Sabtu, 22 Desember 2012

HUKUM SENI RUPA DALAM SYARIAT ISLAM [bag 2] oleh Amin Saefullah Muchtar


Pendapat Para Ulama

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum melukis dan membuat patung menurut Islam. Dalam hal ini terbagi menjadi lima kelompok. Tulisan ini akan menyajikan dalil-dalil & argumentasi dari berbagai kelompok itu, untuk selanjutnya dianalisa dan dipilih yang arjah (lebih kuat).

Kelompok Pertama: berpendapat bahwa segala macam shurah hukumnya haram, baik dalam bentuk arca, patung maupun gambar, meskipun sudah dipotong badan atau kepalanya. Kelompok ini berhujjah dengan hadis-hadis sebagai berikut:
لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا تَصَاوِيرُ.
1.1. Artinya: Malaikat tidak akan masuk pada satu rumah yang terdapat anjing atau shurah-shurah. H.r. al-Bukhari.
إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيهِ الصُّوَرُ لَا تَدْخُلُهُ الْمَلَائِكَةُ.
1.2. Artinya: Sesungguhnya rumah yang ada padanya shurah, tidak dimasuki oleh malaikat. H.r. al-Bukhari
قَالَتْ عَائِشَةُ‏:‏ "‏أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَمْ يَكُنْ يَتْرُكُ فِي بَيْتِهِ شَيْئًا فِيْهِ تَصَالِيْبُ إِلاَّ نَقَضَهُ‏" ‏‏. رواه البخاري.
1.3. Artinya: Aisyah berkata, “Sesungguhnya Nabi saw. tidak pernah rnembiarkan di rumahnya ada suatu barang yang ada padanya palang-palang salib, melainkan ia hapuskan dia. H.r. al-Bukhari
أَيُّكُمْ يَنْطَلِقُ إِلَى المَدِيْنَةِ فَلاَ يَدَعُ بِهَا وَثَنًا إِلاَّ كَسَرَهُ وَلاَ صُوْرَةً إِلاَّ لَطَخَهَا... مَنْ عَادَ اِلَى صَنْعَةِ شَيْئٍ مِنْ هَذَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ. رواه أحمد.
1.4. Artinya: Siapakah di antara kamu yang mau pergi ke Madinah, dan hancurkan setiap berhala dan hapuskan setiap shurah? Barangsiapa kembali membuat sesuatu dari itu, se­sungguhnya kufurlah ia kepada (perintah) yang diturunkan atas Muhammad. H.r. Ahmad
‏قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏: قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا حَبَّةً وَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً. رواه البخاري.
1.5. Artinya: Rasulullah saw. Bersabda, “Allah ta'ala berfirman: Bukankah tidak ada orang yang lebih zhalim daripada orang yang hendak membuat (sesuatu) seperti ciptaanKu ! Cobalah mereka buat sebiji (gandum) ! Cobalah mereka buat seekor semut !  H.r. al-Bukhari
اَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللهِ المُصَوِّرُونَ . رواه البخاري.
1.6. Artinya : Orang yang paling berat siksanya di sisi Allah ialah para pembuat shurah. H.r. al-Bukhari
إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ القِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ‏" ‏‏. رواه البخاري.
1.7. Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang membuat shurah ini akan diadzab pada hari Qiamat. Dikatakan kepada mereka: ‘Hidupkanlah apa yang kamu buat’. H.r. al-Bukhari
قَالَ أَنَسٌ ‏:‏ "‏كَانَ قِرَامٌ لِعَائِشَةَ قَدْ سَتَرَتْ بِهِ جَانِبَ بَيْتِهَا فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏:‏ أَمِيْطِي عَنِّي فَإِنَّهُ لاَ تَزَالُ تَصَاوِيْرُهُ تَعْرِضُ لِي فِي صَلاَتِي. رواه البخاري.
1.8. Artinya: Anas berkata, “Aisyah mempunyai tabir yang digunakan sebagai penutup sebagian rumahnya, maka Rasul bersabda, ‘Singkirkanlah ia dariku, karena gambar-gambarnya itu terus mengganggu aku dalam salatku’." H.r. al-Bukhari

Kelompok kedua berpendapat bahwa semua jenis shurah itu haram kecuali gambar di atas kain dan sejenisnya. Kelompok ini berhujjah dengan hadis sebagai berikut:
رَوَى بُسْرُ بْنُ سَعِيْدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ عَنْ أَبِي طَلْحَةَ صَاحِبِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ المَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيْهِ صُوْرَةٌ. قَالَ بُسْرٌ: ثُمَّ اشْتَكَى زَيْدٌ فَعُدْنَاهُ فَإِذَا عَلَى بَابِهِ سِتْرٌ فِيْهِ صُوْرَةٌ فَقُلْتُ لِعُبَيْدِ اللهِ الخَوْلاَنِي رَبِيْبِ مَيْمُونَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: أَلَمْ يُخْبِرْنَا زَيْدٌ عَنِ الصُّوَرِ يَوْمَ الأَوَّلِ؟ فَقَالَ عُبَيْدُ اللهِ اَلَمْ تَسْمَعْهُ حِيْنَ قَالَ: إِلاَّ رَقْمًا فِي ثَوْبٍ. رواه البخاري.
Artinya: Telah diriwayatkan oleh Busr bin Sa'id dari Zaid bin Khalid, dari Abu Thalhah, seorang shahabat Rasul s.a.w. ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, ‘Sesungguhnya malaikat tidak akan masuk pada satu rumah yang ada padanya shurah’. Kata Busr, “Sesudah itu Zaid sakit, maka kami pergi melawatnya. Ternyata di pintu rumahnya ada satu tabir yang bergambar, maka saya berkata kepada Ubaidillah Al­Khaulani, anak angkatnya Maimunah isteri Nabi saw., “Kemarin, bukankah Zaid mengaabarkan kepada kita tentang shurah?’ kata Ubaidillah, “Tidakkah anda mendengar ia berkata: “Kecuali tulisan di kain?”  H.r. al-Bukhari.

Kelompok ketiga berpendapat bahwa ­gambar dan patung yang dijadikan hiasan hukumnya haram. Adapun dan yang tidak dijadikan hiasan, ya'ni yang di­injak, diduduki atau disandari hukumnya tidak haram. Kelompok ini berhujjah dengan hadis-hadis sebagai berikut:
قَالَتْ عَائِشَةُ‏:‏ كَانَ لِي ثَوْبٌ فِيْهِ تَصَاوِيْرُ مَمْدُودٌ اِلَى سَهْوَةٍ فَكَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّى اِلَيْهِ فَقَالَ : اَخِّرِيْهِ عَنِّي. فَأَخَّرْتُهُ فَجَعَلْتُهُ وَسَائِدَ . رواه مسلم.
3.1. Artinya: Aisyah berkata, “Saya mempunyai kain bergambar yang tersangkut di satu rak, padahal Nabi saw, salat menghadapnya. Maka Nabi bersabda, ‘Jauhkanlah ia dari hadapanku’. Lalu saya menjauhkannya dan saya jadikan beberapa bantal. H.r. Muslim
قَالَتْ عَائِشَةُ‏:‏ دَخَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلَيَّ وَقَدْ سَتَرْتُ نَمَطًا فِيْهِ تَصَاوِيْرُ فَنَحَّاهُ فَاتَّخَذْتُ مِنْهُ وِسَادَتَيْنِ. رواه مسلم.
3.2. Artinya: Aisyah berkata, “Rasulullah saw. datang kepada saya, ketika saya memakai satu tabir yang bergambar, lalu beliau menyingkirkannya, maka saya jadikan dua bantal. H.r. Muslim
قَالَتْ عَائِشَةُ‏:‏  "‏إِنِّي نَصَبْتُ سِتْرًا فِيْهِ تَصَاوِيْرُ فَدَخَلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ فَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَرْتَفِقُ عَلَيْهِمَا‏". رواه مسلم.
3.3. Artinya: Aisyah berkata, “Sesungguhnya saya pernah menggunakan satu tabir bergambar, lalu Rasulullah saw. masuk dan menurunkannya, maka saya jadikan dua bantal, yang biasa digunakan oleh Rasulullah untuk bersandar”. H.r. Muslim
قَالَتْ عَائِشَةُ:‏ ‏قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ سَفَرٍ وَقَدْ سَتَرْتُ بِقِرَامٍ لِي عَلَى سَهْوَةٍ فِيْهَا تَمَاثِيْلُ فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم. هَتَكَهُ وَقَالَ : أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ اَلَّذِيْنَ يُضَاهُوْنَ بِخَلْقِ اللهِ‏. قَالَتْ عَائِشَةُ فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً اَوْ وِسَادَتَيْنِ. رواه البخاري.
3.4. Artinya: Aisyah berkata, “Rasulullah pernah kembali dari satu perjalanan, ketika saya menggunakan tutup rak dengan kain bergambar. Rasulullah saw. mencabutnya seraya berkata, ‘Orang yang paling pedih diadzab pada hari Qiamat itu adalah orang yang menyerupai ciptaan Allah’. Maka kata Aisyah, “Lalu kami jadikan satu bantal atau dua bantal.” H.r. al-Bukhari
قَالَتْ عَائِشَةُ: اِشْتَرَيْتُ نَمْرُقَةً فِيْهَا تَصَاوِيْرُ فَقَامَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِالْبَابِ فَلَمْ يَدْخُلْ فَقُلْتُ: اَتُوبُ اِلَى اللهِ مِمَّا اَذْنَبْتُ. فَقَالَ: مَاهَذِهِ النَّمْرُقَةُ؟ لِنَجْلِسَ عَلَيْهَا وَنَتَوَسَّدَهَا. قَالَ: اِنِّ اَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذََّبُوْنَ يَوْمَ القِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ اَحْيُوا مَاخَلَقْتُمْ. رواه البخاري.
3.5. Artinya: Aisyah berkata, “Saya pernah membeli satu bantal bergambar, maka Rasulullah saw. tidak mau masuk, hanya berdiri di pintu. Maka saya berkata kepadanya, ‘Saya bertobat kepada Allah dari dosa yang telah saya kerjakan’. Sabda Rasul, ‘Buat apa bantal ini?’ Saya jawab, “Buat duduk dan bersandar Rasulullah”. Maka Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar ini akan disiksa pada hari Qiamat, dikatakan kepada mereka: Hidupkanlah apa yang kamu telah buat". H.r. al-Bukhari
قَالَتْ عَائِشَةُ:‏ خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِى غَزَاةٍ فَأَخَذْتُ نَمَطًا فَسَتَرْتُهُ عَلَى الْبَابِ فَلَمَّا قَدِمَ فَرَاَى النَّمَطَ عُرِفَتِ الكَرَاهِيَةُ فِي وَجْهِهِ فَجَذَبَهُ حَتَّى هَتَكَهُ وَقَالَ : إِنَّ اللهَ لَمْ يَأْمُرْنَا اَنْ نَكْسُوَ الحِجَارَةَ وَالطِّيْنَ. فَقَطَعْنَا مِنْهُ الوِسَادَتَيْنِ وَخَشَوْتُهُمَا لِيْفًا فَلَمْ يَعِبْ ذَلِكَ عَلَيَّ. رواه مسلم.
3.6. Artinya: Aisyah berkata, “Rasulullah saw. pergi menghadapi suatu peperangan. Maka saya ambil satu hamparan (bergambar), lalu saya gantungkan pada pintu. Setelah Rasulullah kembali dan melihat hamparan itu, kelihatan di wajahnya tanda tidak suka, lalu beliau menariknya hingga lepas, lalu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak memerintah kami untuk memakaikan pakaian bagi batu dan tanah’. Lalu kami jadikan dua bantal dan saya penuhi dengan sabut kurma. Rasulullah tidak mencela perbuatan saya itu. H.r. Muslim

Kelompok keempat berpendapat bahwa gambar dan patung yang memadai/sempurna sifatnya adalah haram, sedangkan yang tidak sempurna sifatnya tidak haram, seperti gambar sepotong dan gambar pohon, rumah, gunung dan sebagainya. Kelompok ini berhujjah dengan hadis sebagai berikut:
مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فِى الدُّنْيَا كُلِّفَ يَوْمَ القِيَامَةِ اَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ وَلَيْسَ بِنَافِخٍ. رواه البخاري.
4.1. Artinya: “Barangsiapa membuat satu shurah di dunia, dia akan dipaksa memberi ruh kepadanya pada hari Qiamat, padahal ia tidak dapat melakukan itu”.H.r. al-Bukhari
‏قَالَ سَعِيْدُ بْنُ أَبِى الحَسَنِ :جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ : إِنِّي رَجُلٌ أُصَوِّرُ هَذِهِ الصُّوَرَ فَأَفْتِنِي فِيْهَا فَقَالَ‏:‏ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ‏:‏ كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ يُجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ وَقَالَ: إِنْ كُنْتَ لاَ بُدَّ فَاعِلاً فَاصْنَعِ الشَّجَرَ وَمَا لاَ نَفْسَ لَهُ‏" ‏‏. رواه مسلم.
4.2. Artinya: Sa’ied bin Abi Hasan berkata, “Seseorang datang kepada Ibnu Abbas, lalu berkata, ‘Saya pembuat shurah. Saya berharap mendapatkan fatwa tentang itu’. Maka Ibnu Abbas berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah bersabda, “Setiap pembuat shurah (tempatnya) di neraka. Bagi setiap shurah yang dibuatnya itu, Allah membuat satu tubuh yang menyiksanya di jahannam". Dan kata Ibnu 'Abbas, “Kalau engkau terpaksa melakukannya, buatlah shurah pohon dan benda-benda tidak bernyawa”. H.r. Muslim

Dari hadis-hadis itu mereka beristibath bahwa jika seseorang membuat satu gambar yang tidak sempurna sifatnya atau gambar benda tidak bernyawa, maka ia tidak akan dipaksa untuk memberinya ruh di hari Qiamat. Tidak akan dipaksa itu bermakna ia tidak akan disiksa.  Sedangkan orang yang tidak akan disiksa menunjukkan ia tidak berdosa.

Kelompok kelima berpendapat bahwa yang haram itu hanya gambar dan patung yang dikhawatirkan jadi sesembahan/pemujaan atau mendorong kepada kemaksiatan. Kelompok ini berhujjah dengan hadis sebagai berikut:
قَالَتْ عَائِشَةُُ: إِنَّ اُمَّ حَبِيْبَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَنِيْسَةً رَأَتَاهَا بِالحَبَشَةِ فِيْهَا تَصَاوِيْرُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ اُولَئِيكَ إِذَا كَانَ فِيْهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيْهِ تِلْكَ الصُّوَرَ اُولئكَ شِرَارُ الخَلْقِ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ القِيَامَةِ. رواه مسلم.
5.1. Artinya: Aisyah berkata, “Sesungguhnya Ummu Habiebah dan Ummu Salamah menceritakan kepada Rasulullah s.a.w. satu gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah, di dalamnya terdapat shurah-shurah. Maka Rasulullah s.a.w. bersabda, “Sesungguhnya apabila ada orang shaleh di kalangan mereka meninggal, maka mereka membuat tempat sembahyang di atas kuburannya, dan mereka membuat shurah di atasnya. Mereka itu adalah orang-orang yang jahat dalam pandangan Allah di hari Qiamat". H.r. Muslim
قَالَتْ عَائِشَةُ: كُنْتُ أَلْعَبُ بِالبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم. رواه البخاري.
5.2. Artinya: Aisyah berkata, ”Saya biasa memainkan boneka di hadapan Nabi saw. H.r. al-Bukhari
Analisa Tentang Seni Rupa
Al-Quran secara tegas dan  dengan  bahasa  yang  sangat  jelas berbicara tentang patung pada tiga surat Al-Quran.
1. Dalam  surat  Al-Anbiya  (21):  51-58 diuraikan  tentang patung-patung  yang  disembah  oleh  ayah  Nabi  Ibrahim   dan kaumnya.  Sikap  Al-Quran  terhadap  patung-patung  itu, bukan sekadar menolaknya, tetapi merestui penghancurannya. Maka Ibrahim menjadikan berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya (QS Al-Anbiya [21]: 58).

Ada satu catatan kecil yang dapat memberikan arti  dari  sikap Nabi  Ibrahim  di atas, yaitu bahwa beliau menghancurkan semua berhala  kecuali  satu  yang  terbesar.  Membiarkan satu di antaranya  dibenarkan,  karena  ketika  itu  berhala  tersebut diharapkan dapat berperan sesuai dengan ajaran tauhid. Melalui berhala  itulah  Nabi  Ibrahim membuktikan kepada mereka bahwa berhala --betapapun besar dan  indahhya--  tidak  wajar  untuk disembah. Sebenarnya patung yang besar inilah yang melakukannya (penghancuran berhala-berhala itu). Maka tanyakanlah kepada mereka jika mereka dapat berbicara. Maka mereka kembali kepada kesadaran diri mereka, lalu mereka berkata, Sesungguhnya kami sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri) (QS Al-Anbiya [21]: 63-64)

Sekali lagi Nabi Ibrahim a.s. tidak menghancurkan berhala yang terbesar  pada  saat berhala itu difungsikan untuk satu tujuan yang  benar.   Jika   demikian,   yang   dipersoalkan   bukan berhalanya,  tetapi sikap terhadap berhala, serta peranan yang diharapkan darinya.

2. Dalam surat Saba (34): 12-13 diuraikan tentang nikmat  yang dianugerahkan  Allah  kepada  Nabi  Sulaiman, yang antara lain adalah, (Para jin) membuat untuknya (Sulaiman) apa yang dikehendakinya seperti gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung ... (QS Saba [34]: 13).

Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan  bahwa  patung-patung  itu terbuat  dari kaca, marmer, dan tembaga, dan konon menampilkan para ulama dan nabi-nabi terdahulu. (Baca Tafsirnya menyangkut ayat tersebut).

Di  sini,  patung-patung tersebut --karena tidak disembah atau diduga akan  disembah--  maka  keterampilan  membuatnya  serta pemilikannya dinilai sebagai bagian dari anugerah Ilahi.

3.  Dalam  Al-Quran  surat  Ali Imran (3): 48-49 dan Al-Maidah (5): 110 diuraikan mukjizat Nabi Isa a.s. antara  lain  adalah menciptakan  patung  berbentuk  burung  dari  tanah  liat  dan setelah  ditiupnya,  kreasinya   itu   menjadi   burung   yang sebenarnya atas izin Allah. Aku membuat untuk kamu dari tanah (sesuatu) berbentuk seperti burung kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung seizin Allah (QS Ali Imran [3): 49).

Di sini, karena kekhawatiran kepada penyembahan  berhala  atau karena   faktor   syirik   tidak  ditemukan,  maka  Allah  swt. membenarkan pembuatan patung burung oleh Nabi Isa as. Dengan demikian, penolakan Alquran bukan disebabkan oleh patungnya, melainkan karena kemusyrikan dan penyembahannya.

Adapun tentang seni pahat dapat kita baca pada kisah kaum Nabi Shaleh yang terkenal  dengan  keahlian  memahat. Hal itu digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya:
وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِي الأَرْضِ تَتَّخِذُونَ مِنْ سُهُولِهَا قُصُورًا وَتَنْحِتُونَ الْجِبَالَ بُيُوتًا فَاذْكُرُوا آَلاَءَ اللهِ وَلاَ تَعْثَوْا فِي الأَرْضِ مُفْسِدِينَ. الأعراف : 74.
Ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum Ad, dan memberikan tempat bagimu di bumi, Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanah yang datar, dan kamu pahat gunung-gunung untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah, dan janganlah kamu merajalela di bumi membuat kerusakan (QS Al-Araf [7]: 74).
Kaum Tsamud amat gandrung melukis dan memahat, serta amat ahli dalam  bidang ini sampai-sampai relief-relief yang mereka buat demikian  indah  bagaikan  sesuatu   yang   hidup,   menghiasi gunung-gunung  tempat tinggal mereka. Kaum ini enggan beriman, maka kepada mereka  disodorkan  mukjizat  yang  sesuai  dengan keahliannya  itu, yakni keluarnya seekor unta yang benar-benar hidup dari sebuah batu karang. Mereka melihat unta  itu  makan dan minum (QS Al-Araf [7]: 73 dan QS Al-Syuara [26]: 155-156),  bahkan mereka meminum susunya. Ketika itu  relief-relief  yang mereka  lukis  tidak berarti sama sekali dibanding dengan unta yang menjadi mukjizat itu. Sayang mereka begitu  keras  kepala dan  kesal  sampai  mereka  tidak  mendapat jalan lain kecuali menyembelih unta itu,  sehingga  Tuhan  pun  menjatuhkan  palu godam terhadap mereka (Baca QS Al-Syams [91]: 13-15) .

Yang digarisbawahi di sini adalah bahwa pahat-memahat yang mereka tekuni itu  merupakan nikmat Allah Swt. Yang harus disyukuri, dan harus mengantar kepada pengakuan dan kesadaran akan kebesaran dan keesaan Allah Swt.

Allah sendiri yang menantang kaum Tsamud dalam bidang keahlian mereka itu, pada  hakikatnya merupakan “Seniman Agung” kalau istilah ini dapat diterima.

Berdasarkan analisa di atas maka persoalan seni lukis, pahat  atau patung  harus  dipahami dalam kerangka spirit Alquran di atas. Dalam konteks inilah Syaikh  Muhammad  Ath-Thahir  bin Asyur ketika menafsirkan ayat-ayat yang berbicara tentang patung-patung Nabi Sulaiman menegaskan, bahwa Islam mengharamkan patung karena  agama  ini sangat  tegas dalam memberantas segala bentuk kemusyrikan yang demikian mendarah daging dalam  jiwa  orang-orang Arab serta orang-orang selain mereka ketika itu. Sebagian besar berhala adalah patung-patung, maka Islam mengharamkannya karena alasan tersebut; bukan karena dalam patung terdapat keburukan, tetapi karena patung itu dijadikan sarana bagi kemusyrikan. Pernyataan serupa disampaikan pula oleh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili (Lihat, at-Tafsirul Munir, XXII:166

BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar