Sabtu, 22 Desember 2012

HUKUM SENI RUPA DALAM SYARIAT ISLAM [bag 3] oleh Amin Saefullah Muchtar


Atas  dasar  inilah  kami  memahami   hadis-hadis   yang melarang  menggambar  atau melukis dan memahat patung makhluk hidup. Karena itu kami cenderung mengikuti kelompok kelima dengan beberapa catatan tambahan sebagai berikut:
Pengharaman Timtsal (Patung)
Islam mengharamkan ada patung dalam rumah. Sebab adanya patung dalam suatu rumah, menyebabkan Malaikat akan jauh dari rumah itu, padahal Malaikat akan membawa rahmat dan keridhaan Allah untuk isi rumah tersebut. Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
إِنَّ المَلاَئِكَةَ لاَتَدْخُلُ بَيْتًا فِيْهِ صُورَةٌ
"Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk suatu rumah yang di dalamnya ada patung." H.r. Al-Bukhari dan Muslim
Kata shurah dalam hadis ini bukan dalam makna umum (gambar) melainkan shurah khas (timtsal/patung). Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadis Abu Thalhah al-Anshari riwayat al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, dan an-Nasai dengan redaksi:
‏لاَ تَدْخُلُ المَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيْهِ كَلْبٌ وَلاَ تَمَاثِيْلُ‏
"Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk suatu rumah yang di dalamnya ada anjing dan patung-patung." H.r. Al-Bukhari dan Muslim
Adapun sebabnya diterangkan oleh Imam al-Qurthubi, “Malaikat tidak mau masuk rumah yang ada patungnya, karena pemiliknya itu menyerupai orang kafir, dimana mereka biasa meletakkan patung dalam rumah-rumah mereka untuk diagungkan. Untuk itulah Malaikat tidak suka dan mereka tidak mau masuk bahkan menjauh dari rumah tersebut” Lihat, Fathul Bari, X:405-406
Sehubungan dengan itu, Islam melarang keras seorang muslim bekerja sebagai tukang pemahat patung, sekalipun dia membuat patung itu untuk orang lain. Sabda Rasulullah saw:
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الَّذِيْنَ يُضَاهُوْنَ بِخَلْقِ اللهِ.‏
 "Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari kiamat, yaitu orang-orang yang menandingi ciptaan Allah." H.r.Al-Bukhari dan Muslim
Dan Rasulullah s.a.w. memberitahukan juga dengan sabdanya:
مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فِى الدُّنْيَا كُلِّفَ يَوْمَ القِيَامَةِ اَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ وَلَيْسَ بِنَافِخٍ.
"Barangsiapa membuat gambar (patung) nanti di hari kiamat dia akan disiksa, hingga (dipaksa untuk) meniupkan roh padanya; padahal dia selamanya tidak akan bisa meniupkan roh itu." H.r. Al-Bukhari
Maksud hadis ini bahwa dia akan dituntut untuk menghidupkan patung tersebut. Perintah ini sebenarnya hanya suatu penghinaan dan mematahkan, sebab dia tidak mungkin dapat melakukannya.
Hikmah Diharamkannya Patung
1) Di antara rahasia diharamkannya patung ini, walaupun dia itu bukan satu-satunya sebab, seperti anggapan sementara orang yaitu untuk membela kemurnian Tauhid, dan supaya jauh dari menyamai orang-orang musyrik yang menyembah berhala-berhala mereka yang dibuatnya oleh tangan-tangan mereka sendiri, kemudian dikuduskan dan mereka berdiri di hadapannya dengan penuh khusyu'.
Kesungguhan Islam untuk melindungi Tauhid dari setiap macam penyerupaan syirik telah mencapai puncaknya. Islam dalam ikhtiarnya ini dan kesungguhannya itu senantiasa berada di jalan yang benar. Sebab sudah pernah terjadi di kalangan umat-umat terdahulu, dimana mereka itu membuat patung orang-orang yang saleh mereka yang telah meninggal dunia kemudian disebut-sebutnya nama mereka itu. Lama-kelamaan dan dengan sedikit demi sedikit orang-orang saleh yang telah dilukiskan dalam bentuk patung itu dikuduskan, sehingga akhirnya dijadikan sebagai Tuhan yang disembah selain Allah; diharapkan, dan ditakuti serta diminta barakahnya. Hal ini pernah terjadi pada kaum Wud, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr.
Tidak heran kalau dalam suatu agama yang dasar-dasar syariatnya itu selalu menutup pintu kerusakan, bahwa akan ditutup seluruh lubang yang mungkin akan dimasuki oleh syirik yang sudah terang maupun yang masih samar untuk menyusup ke dalam otak dan hati, atau jalan-jalan yang akan dilalui oleh penyerupaan kaum penyembah berhala dan pengikut-pengikut agama yang suka berlebih-lebihan. Lebih-lebih Islam itu sendiri bukan undang-undang manusia yang ditujukan untuk satu generasi atau dua generasi, tetapi suatu undang-undang untuk seluruh umat manusia di seantero dunia ini sampai hari kiamat nanti. Sebab sesuatu yang kini masih belum diterima oleh suatu lingkungan, tetapi kadang-kadang dapat diterima oleh lingkungan lain; dan sesuatu yang kini dianggap ganjil dan mustahil, tetapi di satu saat akan menjadi suatu kenyataan, entah kapan waktunya, dekat atau jauh.
2) Rahasia diharamkannya patung bagi pemahatnya, sebab seorang pelukis yang sedang memahat patung itu akan diliputi perasaan sok, sehingga seolah-olah dia dapat menciptakan suatu makhluk yang tadinya belum ada atau dia dapat membuat jenis baru yang bisa hidup yang terbuat dari tanah.
Sudah sering terjadi seorang pemahat patung dalam waktu yang relatif lama, maka setelah patung itu dapat dirampungkan lantas dia berdiri di hadapan patung tersebut dengan mengaguminya, sehingga seolah-olah dia berbicara dengan patung tersebut dengan penuh kesombongan: Hai patung! Bicaralah!
Untuk itulah maka Rasulullah s.a.w. bersabda:
الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ : أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
"Sesungguhnya orang-orang yang membuat patung-patung ini nanti di hari kiamat akan disiksa dan dikatakan kepada mereka: Hidupkanlah patung yang kamu buat itu." H.r. Al-Bukhari dan Muslim
Dan dalam hadis Qudsi, Allah s.w.t. berfirman pula:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا حَبَّةً وَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً
"Siapakah orang yang lebih menganiaya selain orang yang bekerja untuk membuat sesuatu seperti pembuatanku? Oleh karena itu cobalah mereka membuat zarrah (benda yang kecil), cobalah mereka membuat sebutir beras." H.r. Al-Bukhari dan Muslim
3) Orang-orang yang berbicara dalam persoalan seni ini tidak berhenti dalam suatu batas tertentu saja, tetapi mereka malah melukis (memahat) wanita-wanita telanjang atau setengah telanjang. Mereka juga melukis (dan juga memahat) lambang-lambang kemusyrikandan syiar-syiar agama lainnya, seperti salib, berhala dan lain-lain yang pada prinsipnya tidak dapat diterima oleh Islam.
4) Lebih dari itu semua, bahwa patung-patung itu selalu menjadi kemegahan orang-orang yang berlebihan, mereka penuhi istana-istana mereka dengan patung-patung, kamar-kamar mereka dihias dengan patung dan, mereka buatnya seni-seni pahat (patung) dari berbagai lambang.
Kalau agama Islam dengan gigih memberantas seluruh bentuk kemewahan dengan segala kemegahan dan macamnya, yang terdiri dari emas dan perak, maka tidak terlalu jauh kalau agama ini mengharamkan patung-patung itu, sebagai lambang kemegahan, dalam rumah-rumah orang Islam.
Berbagai keterangan di atas menunjukkan bahwa pengharaman patung bukan karena dalam patung terdapat keburukan, tetapi karena patung itu dijadikan sarana bagi kemusyrikan & kemegahan/kesombongan.
Apabila pembuatan/memiliki patung itu tidak dimaksudkan untuk diagung-agungkan dan tidak berlebih-lebihan serta tidak ada suatu unsur larangan di atas, maka diperbolehkan. Misalnya permainan anak-anak berupa pengantin-pengantinan, kucing-kucingan, dan binatang-binatang lainnya. Patung-patung ini semua hanya sekedar pelukisan untuk permainan dan menghibur anak-anak.
Sehubungan dengan itu Aisyah berkata:
كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي
"Aku biasa bermain-main dengan anak-anak perempuan (boneka perempuan) di sisi Rasulullah saw. dan aku punya kawan-kawan yang sama-sama bermain denganku. Kemudian mereka menyembunyikan boneka-boneka tersebut (karena takut kepada Rasulullah saw.) bila Rasul masuk ke rumah, tetapi Rasulullah s.a.w. malah senang dengan kedatangan kawan-kawanku itu, kemudian mereka bermain-main bersama aku." H.r. Al-Bukhari dan Muslim
Dan dalam salah satu riwayat diterangkan: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pada suatu hari bertanya kepada Aisyah, ‘Apa ini? Jawab Aisyah, ‘Ini anak-anak perempuanku (boneka perempuanku); kemudian Rasulullah bertanya lagi, ‘Apa yang di tengahnya itu?’ Jawab Aisyah, ‘Kuda’. Rasulullah bertanya lagi, ‘Apa yang di atasnya itu?’ Jawab Aisyah, ‘Itu dua sayapnya’. Kata Rasulullah, ‘Apa ada kuda yang bersayap?’ Jawab Aisyah, ‘Tidakkah engkau mendengar bahwa Sulaiman bin Daud a.s. mempunyai kuda yang mempunyai beberapa sayap?’ Kemudian Rasulullah tertawa sehingga nampak gigi gerahamnya." H.r. Abu Daud
Yang dimaksud anak-anak perempuan di sini ialah boneka pengantin yang biasa dipakai permainan oleh anak-anak kecil. Sedang Aisyah waktu itu masih sangat muda.
Imam Syaukani mengatakan: hadis ini menunjukkan, bahwa anak-anak kecil boleh bermain-main dengan boneka (patung).
Termasuk sama dengan permainan anak-anak, yaitu patung-patung yang terbuat dari kue-kue dan dijual pada hari besar (hari raya) dan sebagainya kemudian tidak lama kue-kue tersebut dimakannya.
Patung yang Tidak Sempurna dan Cacat
Di dalam hadis disebutkan, bahwa Jibril a.s. tidak mau masuk rumah Rasulullah s.a.w. karena di pintu rumahnya ada sebuah patung. Hari berikutnya pun tidak mau masuk, sehingga ia mengatakan kepada Nabi Muhammad:
فَمُرْ بِرَأْسِ التِّمْثَالِ الَّذِي فِي بَابِ الْبَيْتِ يُقْطَعْ يُصَيَّرُ كَهَيْئَةِ الشَّجَرَةِ
"Perintahkanlah supaya memotong kepala patung yang ada pada pintu rumah itu. Maka dipotonglah dia sehingga menjadi seperti keadaan pohon." H.r. Ahmad, Abu Daud, an-Nasai, at-Tirmizi dan Ibnu Hibban
Dari hadis ini segolongan ulama ada yang berpendapat diharamkannya gambar itu apabila dalam keadaan sempurna, tetapi kalau salah satu anggotanya itu tidak ada yang kiranya tanpa anggota tersebut tidak mungkin dapat hidup, maka membuat patung seperti itu hukumnya mubah,
Tetapi menurut tinjauan yang benar berdasar permintaan Jibril untuk memotong kepala patung sehingga menjadi seperti keadaan pohon, bahwa yang mu'tabar (diakui) di sini bukan karena tidak berpengaruhnya sesuatu anggota yang kurang itu terhadap hidupnya patung tersebut, atau patung itu pasti akan mati jika tanpa anggota tersebut. Namun yang jelas, patung tersebut harus dicacat supaya tidak terjadi suatu kemungkinan untuk diagungkannya setelah anggotanya tidak ada.
Cuma suatu hal yang tidak diragukan lagi, jika direnungkan dan kita insafi, bahwa patung separuh badan yang dibangun di kota guna mengabadikan para raja dan orang-orang besar, haramnya lebih tegas daripada patung kecil satu badan penuh yang hanya sekedar untuk hiasan rumah.
Hukum Lukisan dan Ukiran
Demikianlah pendirian Islam terhadap gambar yang bertubuh, yakni yang sekarang dikenal dengan patung atau monumen. Tetapi bagaimanakah hukumnya gambar-gambar dan lukisan-lukisan seni yang dilukis di lembaran-lembaran, seperti kertas, pakaian, dinding, lantai, uang dan sebagainya itu?
Jawabnya: Bahwa hukumnya tidak jelas, kecuali kita harus melihat gambar itu sendiri untuk tujuan apa? Di mana dia itu diletakkan? Bagaimana diperbuatnya? Dan apa tujuan pelukisnya itu?
Kalau lukisan seni itu berbentuk sesuatu yang disembah selain Allah, seperti gambar al-Masih bagi orang-orang Kristen atau sapi bagi orang-orang Hindu dan sebagainya, maka bagi si pelukisnya untuk tujuan-tujuan di atas, tidak lain dia adalah menyiarkan kekufuran dan kesesatan. Dalam hal ini berlakulah baginya ancaman Nabi yang begitu keras:
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ.
"Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari kiamat ialah orang-orang yang menggambar." H.r. Muslim
Imam at-Thabari berkata: "Yang dimaksud dalam hadis ini, yaitu orang-orang yang menggambar sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia mengetahui dan sengaja. Orang yang berbuat demikian adalah kufur. Tetapi kalau tidak ada maksud seperti di atas, maka dia tergolong orang yang berdosa sebab menggambar saja."
Yang seperti ini ialah orang yang menggantungkan gambar-gambar tersebut untuk dikuduskan. Perbuatan seperti ini tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim.
Dan yang lebih mendekati persoalan ini ialah orang yang melukis sesuatu yang tidak biasa disembah, tetapi dengan maksud untuk menandingi ciptaan Allah. Yakni dia beranggapan, bahwa dia dapat membuat dan menciptakan jenis terbaru seperti ciptaan Allah. Orang yang melukis dengan tujuan seperti itu jelas telah keluar dari agama Tauhid. Terhadap orang ini berlakulah hadis Nabi yang mengatakan:
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ.
"Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya ialah orang-orang yang menandingi ciptaan Allah." H.r. Muslim
Persoalan ini tergantung pada niat si pelukisnya itu sendiri. Hadis ini dapat diperkuat dengan hadis yang mengatakan:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا حَبَّةً وَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً
"Siapakah orang yang lebih berbuat zalim selain orang yang bekerja membuat seperti pembuatanku? Oleh karena itu cobalah mereka membuat biji atau zarrah." H.r. Al-Bukhari dan Muslim
Allah mengungkapkan firmanNya di sini dengan kata-kata "dzahaba yakhluqu kakhalqi" (dia bekerja untuk membuat seperti pembuatanku), ini menunjukkan adanya suatu kesengajaan untuk menandingi dan menentang kekhususan Allah dalam ciptaannya dan keindahannya. Oleh karena itu Allah menentang mereka supaya membuat sebutir zarrah. Ia memberikan isyarat, bahwa mereka itu benar-benar bersengaja untuk maksud tersebut. Justru itu Allah akan membalas mereka itu nanti dan mengatakan kepada mereka: "Hidupkan apa yang kamu cipta itu!" Mereka dipaksa untuk meniupkan roh ke dalam lukisannya itu, padahal dia tidak akan mampu.
Termasuk gambar/lukisan yang diharamkan, yaitu gambar/lukisan yang dikuduskan (disucikan) oleh pemiliknya secara keagamaan atau diagung-agungkan secara keduniaan.
Untuk yang pertama: Seperti gambar-gambar Malaikat dan para Nabi, misalnya Nabi Ibrahim, Ishak, Musa dan sebagainya. Gambar-gambar ini biasa dikuduskan oleh orang-orang Nasrani, dan kemudian sementara orang-orang Islam ada yang menirunya, yaitu dengan melukiskan Ali, Fatimah dan lain-lain.
Sedang untuk yang kedua: Seperti gambar raja-raja, pemimpin-pemimpin dan seniman-seniman. Ini dosanya tidak seberapa kalau dibandingkan dengan yang pertama tadi. Tetapi akan meningkat dosanya, apabila yang dilukis itu orang-orang kafir, orang-orang yang zalim atau orang-orang yang fasik. Misalnya para hakim yang menghukum dengan selain hukum Allah, para pemimpin yang mengajak umat untuk berpegang kepada selain agama Allah atau seniman-seniman yang mengagung-agungkan kebatilan dan menyiarnyiarkan kecabulan di kalangan umat.
Kebanyakan gambar-gambar/lukisan-lukisan di zaman Nabi dan sesudahnya, adalah lukisan-lukisan yang disucikan dan diagung-agungkan. Sebab pada umumnya lukisan-lukisan itu adalah buatan Rum dan Parsi (Nasrani dan Majusi). Oleh karena itu tidak dapat melepaskan pengaruhnya terhadap pengkultusan kepada pemimpin-pemimpin agama dan negara.
قَالَ كُنْتُ مَعَ مَسْرُوقٍ فِي بَيْتٍ فِيهِ تَمَاثِيلُ مَرْيَمَ فَقَالَ مَسْرُوقٌ هَذَا تَمَاثِيلُ كِسْرَى فَقُلْتُ لَا هَذَا تَمَاثِيلُ مَرْيَمَ فَقَالَ مَسْرُوقٌ أَمَا إِنِّي سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
Imam Muslim meriwayatkan, bahwa Abu Dhuha pernah berkata sebagai berikut: “Saya dan Masruq berada di sebuah rumah yang di situ ada beberapa patung. Kemudian Masruq berkata kepadaku, ‘Apakah ini patung Kaisar?’ Saya jawab, ‘Tidak! Ini adalah patung Maryam’. Masruq bertanya demikian, karena menurut anggapannya, bahwa lukisan itu buatan Majusi dimana mereka biasa melukis raja-raja mereka di bejana-bejana. Tetapi akhirnya ketahuan, bahwa patung tersebut adalah buatan orang Nasrani. Dalam kisah ini Masruq kemudian berkata, ‘Saya pernah mendengar Ibnu Mas'ud menceriterakan apa yang ia dengar dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda, ‘Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya di sisi Allah, ialah para pelukis’."
Selain gambar-gambar di atas, yaitu misalnya dia menggambar/melukis makhluk-makhluk yang tidak bernyawa seperti tumbuh-tumbuhan, pohon-pohonan, laut, gunung, matahari, bulan, bintang dan sebagainya. Maka hal ini sedikitpun tidak berdosa dan tidak ada pertentangan samasekali di kalangan para ulama.
Tetapi gambar-gambar yang bernyawa kalau tidak ada unsur-unsur larangan seperti tersebut di atas, yaitu bukan untuk disucikan dan diagung-agungkan dan bukan pula untuk maksud menyaingi ciptaan Allah, maka menurut hemat kami tidak haram. Dasar dari pendapat ini adalah hadis sahih, antara lain:
عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ عَنْ أَبِي طَلْحَةَ صَاحِبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ قَالَ بُسْرٌ ثُمَّ اشْتَكَى زَيْدٌ بَعْدُ فَعُدْنَاهُ فَإِذَا عَلَى بَابِهِ سِتْرٌ فِيهِ صُورَةٌ قَالَ فَقُلْتُ لِعُبَيْدِ اللَّهِ الْخَوْلَانِيِّ رَبِيبِ مَيْمُونَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَمْ يُخْبِرْنَا زَيْدٌ عَنْ الصُّوَرِ يَوْمَ الْأَوَّلِ فَقَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ أَلَمْ تَسْمَعْهُ حِينَ قَالَ إِلَّا رَقْمًا فِي ثَوْبٍ
Dari Busr bin Said dari Zaid bin Khalid dari Abu Talhah sahabat Nabi, bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada gambar." Bisir berkata: Sesudah itu Zaid mengadukan. Kemudian kami jenguk dia, tiba-tiba di pintu rumah Zaid ada gambarnya. Lantas aku bertanya kepada Ubaidillah al-Khaulani anak tiri Maimunah isteri Nabi: Apakah Zaid belum pernah memberitahumu tentang gambar pada hari pertama? Kemudian Ubaidillah berkata: Apakah kamu tidak pernah mendengar dia ketika ia berkata: "Kecuali gambar di pakaian." H.r. Muslim
At-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Utbah, bahwa dia pernah masuk di rumah Abu Thalhah al-Anshari untuk menjenguknya, tiba-tiba di situ ada Sahl bin Hanif. Kemudian Abu Thalhah menyuruh orang supaya mencabut seprei yang di bawahnya (karena ada gambarnya). Sahl lantas bertanya kepada Abu Thalhah: Mengapa kau cabut dia? Abu Thalhah menjawab: Karena ada gambarnya, dimana hal tersebut telah dikatakan oleh Nabi yang barangkali engkau telah mengetahuinya. Sahl kemudian bertanya lagi: Apakah beliau (Nabi) tidak pernah berkata: "Kecuali gambar yang ada di pakaian?" Abu Thalhah kemudian menjawab: Betul! Tetapi itu lebih menyenangkan hatiku." (Kata At-Tirmidzi: hadis ini hasan sahih)
Tidakkah dua hadis di atas sudah cukup untuk menunjukkan, bahwa gambar yang dilarang itu ialah yang berjasad atau yang biasa kita istilahkan dengan patung? Adapun gambar-gambar ataupun lukisan-lukisan di papan, pakaian, lantai, tembok dan sebagainya tidak ada satupun nas sahih yang melarangnya.
Betul di situ ada beberapa hadis sahih yang menerangkan bahwa Nabi menampakkan ketidak-sukaannya, tetapi itu sekedar makruh saja. Karena di situ ada unsur-unsur menyerupai orang-orang yang bermewah-mewah dan penggemar barang-barang rendahan.
Imam Muslim meriwayatkan dari jalan Zaid bin Khalid al-Juhani dari Abu Thalhah al-Anshari, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا تَمَاثِيلُ قَالَ فَأَتَيْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ إِنَّ هَذَا يُخْبِرُنِي أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا تَمَاثِيلُ فَهَلْ سَمِعْتِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ ذَلِكَ فَقَالَتْ لَا وَلَكِنْ سَأُحَدِّثُكُمْ مَا رَأَيْتُهُ فَعَلَ رَأَيْتُهُ خَرَجَ فِي غَزَاتِهِ فَأَخَذْتُ نَمَطًا فَسَتَرْتُهُ عَلَى الْبَابِ فَلَمَّا قَدِمَ فَرَأَى النَّمَطَ عَرَفْتُ الْكَرَاهِيَةَ فِي وَجْهِهِ فَجَذَبَهُ حَتَّى هَتَكَهُ أَوْ قَطَعَهُ وَقَالَ إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَأْمُرْنَا أَنْ نَكْسُوَ الْحِجَارَةَ وَالطِّينَ قَالَتْ فَقَطَعْنَا مِنْهُ وِسَادَتَيْنِ وَحَشَوْتُهُمَا لِيفًا فَلَمْ يَعِبْ ذَلِكَ عَلَيَّ
"Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan patung. Saya (Zaid) kemudian bertanya kepada Aisyah: Sesungguhnya ini (Abu Thalhah) memberitahuku, bahwa Rasulullah s.a.w. telah bersabda. Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan patung. Apakah engkau juga demikian? Maka kata Aisyah: Tidak! Tetapi saya akan menceriterakan kepadamu apa yang pernah saya lihat Nabi kerjakan, yaitu: Saya lihat Nabi keluar dalam salah satu peperangan, kemudian saya membuat seprei korden (yang ada gambarnya) untuk saya pakai menutup pintu. Setelah Nabi datang, ia melihat korden tersebut. Saya lihat tanda marah pada wajahnya, lantas dicabutnya korden tersebut sehingga disobek atau dipotong sambil ia berkata: Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita untuk memberi pakaian kepada batu dan tanah. Kata Aisyah selanjutnya: Kemudian kain itu saya potong daripadanya untuk dua bantal dan saya penuhi dengan kulit buah-buahan, tetapi Rasulullah sama sekali tidak mencela saya terhadap yang demikian itu." H.r. Muslim
Hadis tersebut tidak lebih hanya menunjukkan makruh tanzih karena memberikan pakaian kepada dinding dengan korden yang bergambar.
Imam Nawawi berkata: hadis tersebut tidak menunjukkan haram, karena hakikat perkataan sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita itu tidak dapat dipakai untuk menunjukkan wajib, sunnat atau haram.
Yang semakna dengan ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dari jalan Aisyah pula, ia berkata: "Saya mempunyai tabir padanya ada gambar burung, sedang setiap orang yang masuk akan menghadapnya (akan melihatnya), kemudian Nabi berkata kepadaku: Pindahkanlah ini, karena setiap saya masuk dan melihatnya maka saya ingat dunia." H.r. Muslim
Dalam hadis ini Rasulullah s.a.w. tidak menyuruh Aisyah supaya memotongnya, tetapi beliau hanya menyuruh memindahkan ke tempat lain. Ini menunjukkan ketidaksukaan Nabi melihat, bahwa di hadapannya ada gambar tersebut yang dapat mengingatkan kebiasaan dunia dengan seluruh aneka keindahannya itu; lebih-lebih beliau selalu sembahyang sunnat di rumah. Sebab seprai-seprai dan korden-korden yang bergambar sering memalingkan hati daripada kekhusyu'an dan pemusatan menghadap untuk bermunajat kepada Allah. Ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalan Anas, ia mengatakan: Bahwa korden Aisyah dipakai untuk menutupi samping rumahnya, kemudian Nabi menyuruh dia dengan sabdanya:
أَمِيطِي عَنَّا قِرَامَكِ هَذَا فَإِنَّهُ لَا تَزَالُ تَصَاوِيرُهُ تَعْرِضُ فِي صَلَاتِي
"Singkirkanlah korden itu dariku, karena gambar-gambarnya selalu tampak dalam sembahyangku." H.r al-Bukhari
Dengan demikian jelas bahwa Nabi sendiri membenarkan di rumahnya ada tabir/korden yang bergambar burung dan sebagainya.
Dari hadis-hadis itu pula, sementara ulama salaf berpendapat: "Bahwa gambar yang dilarang itu hanyalah yang ada bayangannya, adapun yang tidak ada bayangannya tidak mengapa.”
Pendapat ini diperkuat oleh hadis Qudsi:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا حَبَّةً وَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً
"Siapakah yang terlebih menganiaya selain orang yang bekerja untuk membuat seperti ciptaanKu? Oleh karena itu cobalah mereka membuat zarrah, cobalah mereka membuat beras!" H.r. al-Bukhari
Ciptaan Allah sebagaimana kita lihat, bukan terlukis di atas dataran tetapi berbentuk dan berjisim, sebagaimana Dia katakan:
هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الْأَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. آل عمران : 6.
"Dialah Zat yang membentuk kamu di dalam rahim bagaimanapun Ia suka." (Q.s. Ali-Imran: 6)
Tidak ada yang menentang pendapat ini selain hadis yang diriwayatkan Aisyah, dalam salah satu riwayat al-Bukhari dan Muslim, yang berbunyi sebagai berikut:
أَنَّهَا اشْتَرَتْ نُمْرُقَةً فِيهَا تَصَاوِيرُ فَلَمَّا رَآهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ عَلَى الْبَابِ فَلَمْ يَدْخُلْ فَعَرَفْتُ أَوْ فَعُرِفَتْ فِي وَجْهِهِ الْكَرَاهِيَةُ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتُوبُ إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ فَمَاذَا أَذْنَبْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا بَالُ هَذِهِ النُّمْرُقَةِ فَقَالَتْ اشْتَرَيْتُهَا لَكَ تَقْعُدُ عَلَيْهَا وَتَوَسَّدُهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُونَ وَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيهِ الصُّوَرُ لَا تَدْخُلُهُ الْمَلَائِكَةُ. فَأَخَذْتُهُ فَجَعَلْتُهُ مِرْفَقَتَيْنِ فَكَانَ يَرْتَفِقُ بِهِمَا فِي الْبَيْتِ.
"Sesungguhnya Aisyah membeli bantal yang ada gambar-gambarnya, maka setelah Nabi melihatnya ia berdiri di depan pintu, tidak mau masuk. Setelah Aisyah melihat ada tanda kemarahan di wajah Nabi, maka Aisyah bertanya: Apakah saya harus bertobat kepada Allah dan RasulNya, apa salah saya? Jawab Nabi: Mengapa bantal itu begitu macam? Jawab Aisyah: Saya beli bantal ini untuk engkau pakai duduk dan dipakai bantal. Maka jawab Rasulullah pula: Yang membuat gambar-gambar ini nanti akan disiksa, dan akan dikatakan kepada mereka: Hidupkanlah apa yang kamu buat itu. Lantas Nabi melanjutkan pembicaraannya: Sesungguhnya rumah yang ada gambarnya tidak akan dimasuki Malaikat. Dan Imam Muslim menambah dalam salah satu riwayat Aisyah, ia (Aisyah) mengatakan: Kemudian bantal itu saya jadikan dua buah untuk bersandar, dimana Nabi biasa bersandar dengan dua sandaran tersebut di rumah. Yakni Aisyah membelah bantal tersebut digunakan untuk dua sandaran." H.r. Muslim
Akan tetapi hadis ini, nampaknya, bertentangan dengan sejumlah hal-hal sebagai berikut:
1) Dalam riwayat yang berbeda-beda nampak bertentangan. Sebagian menunjukkan bahwa Nabi saw. menggunakan tabir/korden yang bergambar yang kemudian dipotong-potong dan dipakai bantal. Sedang sebagian lagi menunjukkan bahwa beliau samasekali tidak menggunakannya.
2) Sebagian riwayat-riwayat itu hanya sekedar menunjukkan makruh. Sedang kemakruhannya itu karena korden tembok itu bergambar yang dapat menggambarkan semacam berlebih-lebihan yang ia (Rasulullah) tidak senang. Oleh karena itu dalam Riwayat Muslim, beliau bersabda: ''Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita supaya memberi pakaian pada batu dan tanah."
3) Hadis Muslim yang diriwayatkan oleh Aisyah itu sendiri menggambarkan di rumahnya ada tabir/korden yang bergambar burung. Kemudian Nabi menyuruh dipindahkan, dengan kata-katanya: "Pindahkanlah, karena saya kalau melihatnya selalu ingat dunia!" Ini tidak menunjukkan kepada haram secara mutlak.
4) Bertentangan dengar: hadis qiram (tabir) yang ada di rumah Aisyah juga, kemudian oleh Nabi disuruhnya menyingkirkan, sebab gambar-gambarnya itu selalu tampak dalam shalat. Sehingga kata al-Hafizh Ibnu Hjara: "Hadis ini dengan hadis di atas sukar sekali dikompromikan (jama'), sebab hadis ini menunjukkan Nabi membenarkannya, dan beliau shalat sedang tabir tersebut tetap terpampang, sehingga beliau perintahkan Aisyah untuk menyingkirkannya, karena melihat gambar-gambar tersebut dalam shalat dan dapat mengingatkan yang bukan-bukan, bukan semata-mata karena gambarnya itu an sich.
Akhirnya al-Hafizh berusaha untuk menjama' hadis-hadis tersebut sebagai berikut: hadis pertama, karena terdapat gambar binatang bernyawa sedang hadis kedua gambar selain binatang ... Akan tetapi inipun bertentangan pula dengan hadis qiram yang jelas di situ bergambar burung.
5) Bertentangan dengan hadis Abu Thalhah al-Anshari yang mengecualikan gambar dalam pakaian. Karena itu Imam Qurthubi berpendapat, "Dua hadis itu dapat dijama' sebagai berikut: hadis Aisyah dapat diartikan makruh, sedang hadis Abu Talhah menunjukkan mubah secara mutlak yang sama sekali tidak menafikan makruh di atas." Pendapat ini dibenarkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar.
6) Pada hadis namruqah (bantal) ada seorang rawi bernama al-Qasim bin Muhammad bin Abubakar, keponakan Aisyah sendiri, ia membolehkan gambar yang tidak ada bayangannya, yaitu seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Aun, ia berkata: "Saya masuk di rumah al-Qasim di Makkah sebelah atas, saya lihat di rumahnya itu ada korden yang ada gambar trenggiling dan burung garuda."
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata; “Barangkali al-Qasim berpegang pada keumuman hadis Nabi yang mengatakan kecuali gambar dalam pakaian dan seolah-olah dia memahami keingkaran Nabi terhadap Aisyah yang menggantungkan korden yang bergambar dan menutupi dinding. Faham ini diperkuat dengan hadisnya yang mengatakan: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita supaya memberi pakaian batu dan tanah." Sedang al-Qasim adalah salah seorang ahli fiqih Madinah yang tujuh, dia juga termasuk orang pilihan pada zaman itu, dia pula rawi hadis namruqah itu. Maka jika dia tidak memaham rukhsakh terhadap korden yang dia pasang itu, niscaya dia tidak akan menggunakannya”
Tetapi di samping itu tampaknya ada kemungkinan yang tampak pada hadis-hadis yang berkenaan dengan masalah gambar dan pelukisnya, yaitu bahwa Rasulullah saw. memperkeras persoalan ini pada periode pertama dari kerasulannya, dimana waktu itu kaum muslimin baru saja meninggalkan syirik dan menyembah berhala serta mengagung-agungkan patung. Tetapi setelah aqidah tauhid itu mendalam kedalam jiwa dan akar-akarnya telah menghunjam kedalam hati dan pikiran, maka beliau memberi perkenan (rukhshah) dalam hal gambar yang tidak berjasad, yang hanya sekedar ukiran dan lukisan. Kalau tidak begitu, niscaya beliau tidak suka adanya tabir/korden yang bergambar di dalam rumahnya; dan ia pun tidak akan memberikan perkecualian tentang lukisan dalam pakaian, termasuk juga dalam kertas dan dinding.
Ath-Thahawi, salah seorang dari ulama madzhab Hanafi berpendapat: Syara' melarang semua gambar pada permulaan waktu, termasuk lukisan pada pakaian, karena mereka baru saja meninggalkan menyembah patung. Oleh karena itu secara keseluruhan gambar dilarang. Tetapi setelah larangan itu berlangsung lama, kemudian dibolehkan gambar yang ada pada pakaian karena suatu darurat. Syara' pun kemudian membolehkan gambar yang tidak berjasad karena sudah dianggap orang-orang bodoh tidak lagi mengagungkannya, sedang yang berjasad tetap dilarang.
BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar