Sabtu, 22 Desember 2012

MENGANGKAT TANGAN KETIKA BERDOA [bag 2] oleh Amin Saefullah Muchtar

MENGANGKAT TANGAN KETIKA BERDOA [bag 2]

oleh Amin Saefullah Muchtar pada 11 Oktober 2010 pukul 22:53 ·

Adapun mengangkat tangan pada waktu berdoa ketika
  1.  Melihat Ka’bah.
  2.  Selesai Menguburkan Jenazah.
  3.  Menerima Wahyu.
  4.  Setelah Shalat.
  5.  Bertaubat.
Hadis-hadisnya daif (keterangan terlampir)
Kedua, tentang kedudukan hadis yang dianggap sebagai dalil umum
A. dilihat dari sifat teks
Hadis yang dianggap sebagai dalil umum terbagi kepada dua bagian
1.   berbentuk khabariyah, meliputi qauliyah dan fi’liyah
(a) Khabar qauliyyah
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
(b) Khabar fi’liyyah
رَأَيْتُ رَسُولَ الله r يَدْعُو هَكَذَا بِبَاطِنِ كَفَّيْهِ وَظَاهِرِهِمَا
2.  berbentuk insyaiah, meliputi a. disertai mengusap wajah, b. tanpa mengusap wajah
(a) disertai mengusap wajah
إِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلَا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا وَامْسَحُوْا بِهَا وُجُوْهَكُمْ
(b) Tanpa mengusap wajah
إِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلَا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا
B. dilihat dari aspek kekuatan dalil
Hadis yang dianggap sebagai dalil umum dapat dikategorikan zhanniyul wurud atau hadis ahad, karena
a.  yang berbentuk khabariyah hanya diterangkan oleh 8 orang pada thabaqat sahabat, meliputi 4 orang khabar qauliyah dan 4 orang khabar fi’liyah
b.  yang berbentuk insyaiyyah hanya diterangkan oleh 5 orang pada thabaqat sahabat, meliputi 2 orang dengan mengusap wajah dan 3 orang tanpa mengusap wajah
Di samping katergori ahad, hadis-hadis tersebut daif dan kedhaifan masing-masing hadis itu tidak dapat menguatkan satu sama lainnya, bahkan dalam ke-dhaif-annya itu beberapa hadis isinya saling bertentangan (keterangan daif terlampir)
Karena itu hadis-hadis tersebut tidak dapat dijadikan sebagai landasan umum disyariatkannya mengangkat tangan ketika berdoa.
Adapun hadis riwayat Muslim yang berbunyi sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ  r أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ ) وَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ) ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ.
Dari Abu Hurairah, ia mengatakan,’Rasulullah Saw. bersabda,’Hai manusia! Sesungguhnya Allah itu Mahabaik, Ia tidak akan menerima melainkan yang baik-baik. Dan sesungguhnya Allah memerintah mukminin seperti  yang Ia perintahkan kepada para rasul-Nya. Kemudian beliau membacakan ayat,’Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Dan beliau membaca lagi,’Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”. Kemudian beliau menerangkan seseorang yang berada dalam perjalanan yang sangat jauh, kusut rambutnya, berdebu, ia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berkata,’Hai Tuhanku! Hai tuhanku. Padahal yang dimakananya dari yang haram, yang diminumnnya dari yang haram, yang dipakainya dari yang haram, dan diberi gizi dengan yang haram, bagaimana akan  akan diijabah?.” H.r. Muslim, Shahih Muslim, II : 703.

Hadis ini tidak bisa dijadikan landasan umum tentang adanya mengangkat tangan waktu berdoa. Sebab di dalamnya tidak terkandung pesan dari Rasulullah saw. untuk mengangkat tangan pada berdoa. Pesan yang terkandung justru ketegasan Rasulullah tentang tidak akan diijabahnya doa-doa yang dipanjatkan oleh orang yang makanan, minuman, dan pakaian, serta gizi dirinya haram, meskipun berdoa itu dilakukan sambil mengangkat tangan.

Dengan demikian, perintah secara umum dari Rasulullah saw. mengenai berdo’a dengan mengangkat tangan tidak ada yang sahih, tidak ada yang dapat dijadikan hujjah. Sehubungan dengan itu dalam hal ini tidak tepat menggunakan qaidah “Menyebut sebagian afrad yang umum, tidak mengkhususkannya”. Semakin rinci perbuatan Nabi berdo’a dengan mengangkat tangan, semakin jelas, bahwa hal itu terikat pada situasi, kondisi dan tempat-tempat tertentu.

Andaikata mau mengambil jalan ‘Am dan Khas, yaitu bahwa setiap berdo’a dianjurkan mengangakat kedua tangan, kecuali pada situasi dan kondisi tertentu, hal ini tidaklah tepat, karena pertama, dalil umumnya tidak ada (hadisnya lemah) dan yang kedua yang dikhususkan atau yang dikecualikannya pun terlalu banyak. Di antara kondisi dan tempat yang Rasulullah saw. contohkan padanya untuk berdo’a serta redaksi do’anyapun beliau tetapkan, akan tetapi tidak diterangkan mengangkat kedua tangannya, antara lain mendo’akan sahabat Anas bin Malik (H.r. Al Bukhari), Abu Aufa (H.r. Al Bukhari), Sa’ad (H.r. Muslim), Ibnu Abas (H.r. Al Bukhari)
Adapun situasi dan kondisi tertentu serta tempat tertentu yang Nabi tetapkan do’anya, akan tetapi tidak mengangkat kedua tangannya antara lain : Berdo’a hendak tidur, bangun tidur, berdoa hendak makan, sesudah makan, berdoa memakai baju, berdo’a pada saat bersin dan jawabannya, berdoa masuk dan keluar masjid, berdoa apabila ada petir dan angin besar, Nabi pernah mendo’akan Ibunya agar diampuni segala dosanya dikuburannya, berdoa waktu berbuka puasa, berdoa sesudah adzan, mendo’akan pengantin, berdoa ketika masuk WC, keluar WC, dan lain sebagainya.
Yang lebih substansial lagi, bagaimanakah kaifiyyat Rasulullah saw. berdoa’a pada saat thawaf? Sedangkan berdo’a waktu thawaf disaksikan ribuan sahabat, akan tetapi tidak dapat keterangan bahwa pada saat thawaf, Rasulullah saw. mengangkat kedua tangannya. Demikian juga berdo’a pada waktu selesai salat fardlu. Sedangkan berdo’a pada ujung salat fardlu itu dianjurkan, hal itu dilakukan secara berulang-ulang, dan dengan menghadap para sahabatnya (sebagian makmum) tentu hal ini tidak diperintahkkan mengangkat kedua tangan, walaupun berdo’anya dianjurkan. Mustahil keterangan mengangkat kedua tangan berdo’a pada kedua situasi ini tidak didapatkan, karena jangankan mengangkat tangan dengan sepuluh jari dan kedua batangnya, mengangkat satu jari telunjuk saja di antara sahabat ada yang menerangkan, karena setiap gerak, langkah dan ucapan Rasulullah saw. tidak luput dari perhatian para sahabatnya. Hushain bin Abdurrahman menerangkan :
عَنْ عُمَارَةَ بْنِ رُؤَيْبَةَ قَالَ رَأَى بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ رَافِعًا يَدَيْهِ فَقَالَ قَبَّحَ اللهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ  r مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ.
Dari Amarah bin Ruaibah, ia berkata,’Saya melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua tangannya di atas mimbar (berdoa pada waktu jum’at), ia mengatakan,’Somoga Allah menjauhkan (kebaikkan) dari kedua tangan itu, sungguh saya pernah melihat Rasulullah Saw. tidak menambah ketika berdoa dengan tanganya begini, dan ia mengisyaratkan dengan jari telunjuknya”. Hr. Muslim, Shahih Muslim, II : 295, Ibnu Khuzaemah, Shahih Ibnu Khuzaemah, II : 352, Ibnu Hiban, Shahih Ibnu Hiban, II : 121.

                Umarah bin Ruaibah itu seorang sahabat. Ia secara langsung menegur Bisyrin bin Marwan mengangkat kedua tangannya dalam berdoa’a ketika khutbah, karena yang pernah ia lihat Rasulullah saw. berdo’a pada saat khutbah tidak mengangkat kedua tangannya.

          Peristiwa diatas menunjukan bahwa mengangkat kedua tangan waktu berdo’a tidak dapat dilakukan sekehendak kita, melainkan harus sesuai dengan contoh Rasulullah saw. karena mengangkat tangan pada waktu berdo’a itu adalah Ibadah, bahkan Imam asy-Syaukani berkomentar dalam kitab Nailul Autharnya, “Hadis ini menunjukan karahah (tidak disukai) mengangkat kedua tangan diatas mimbar dikala berdo’a dan sesungguhnya hal itu adalah bid’ah”. (Nailul Authar,Ibid)

          Dengan demikian berdo’a merupakan suatu upacara agama dimana tata cara dan ditempat mana saja dianjurkan mengangkat tangan dalam berdo’a telah ditetapkan aturannya, karena berdo’a adalah Ibadah, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ .رواه الأربعة
“sesungguhnya berdo’a itu adalah Ibadah”. (Hr. Imam yang empat)

Kesimpulan

  1.  Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a adalah ta’abudi
  2. Mengangkat  kedua tangan waktu berdo’a pada kondisi tertentu, pada tempat tertentu dan atau orang tertentu pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.
  3. Mengangkat kedua tangan ketika berdoa yang tidak ada keterangan yang sahih adalah bid’ah. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar