Sabtu, 22 Desember 2012

KEDUDUKAN SALAT TASBIH (Bagian ke-II) oleh ustad Amin Saefullah Muchtar


Catatan untuk pendaifan matan:
1. Kaifiyyat salat tasbih menyalahi kaifiyat salat pada umumnya.
2. Melihat kaifiyyat di atas maka setiap perpindahan itu tidak ada takbir, ini yang menunjukkan perbedaan.
3. Membaca 10 kali (tasbih, tahmid, takbir) waktu bangkit dari sujud menuju rakaat berikutnya

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, tidak berlebihan kiranya kalau kami beranggapan bahwa hadis-hadis tentang salat tasbih ini berada pada posisi yang belum jelas. Dengan demikian, kedudukan dan kepastian hukumnya pun sudah dapat dipastikan demikian adanya.
Abu Bakar Al-Ajiri, Abdur Rahim Al-Mishri, dan Abul Hasan Al-Maqdisi (Tuhfatul Ahwadzi, II:598).

          Kedudukan salat tasbih kalau diteliti secara ilmiah dalam berbagai kitab yang telah disusun para ulama mutaqaddimin (terdahulu) bukanlah masalah baru. Masalah ini telah dibahas oleh para ulama yang masyhur, seperti Imam At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Al-Mundziri, Ibn Hajar, Ibnul Mubarak, dan lain-lain.
          Di kalangan ulama terdapat perbedaan dalam mensikapi kedudukan salat tasbih tersebut. Dalam hal ini Ibnul Mubarak berpendapat bahwa salat tasbih itu sunat, serta dianjurkan untuk membiasakannya pada setiap waktu dan tidak boleh dilalaikan (Fiqhus Sunnah, I:213). Sedangkan Al-Mundziri memberikan penilaian bahwa salat tasbih ini diriwayatkan dari beberapa jalan dan dari beberapa orang sahabat, di antaranya Ikrimah dari Sahabat Ibnu Abbas. Di samping itu, hadis tersebut telah dinyatakan sahih oleh para ahli, seperti Abu Bakar Al-Ajiri, Abdur Rahim Al-Mishri, dan Abul Hasan Al-Maqdisi (Tuhfatul Ahwadzi, II:598).
          Demikian pula Zaenuddin Ibnu Abdil Aziz dalam kitabnya Fathul Mu’in berpendapat bahwa hadis yang menerangkan tentang salat tasbih ini adalah hasan, karena banyak jalur periwayatannya, bahkan beliau mengutip pernyataan sebagian ahli tahqiq bahwa tidak akan mencela keutamaannya yang agung dan meninggalkannya selain orang-orang yang menyepelekan  agama (Fathul Mu’in, I:249).
          Sementara di lain pihak, Imam At-Tirmidzi dan Abu Bakar Al-Uqaili dalam menanggapi hadis-hadis yang berkaitan dengan salat tasbih ini menyatakan pendapatnya sebagai hadis yang tidak sah atau tidak benar datangnya dari Nabi saw. Begitu juga Ibnu Hajar dalam kitabnya At-Talkhish berpendapat bahwa hadis-hadis salat tasbih itu sanadnya dha'if. Bahkan dengan keras Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa hadis-hadis tentang salat tasbih termasuk hadis maudhu’ (palsu), meskipun pendapat beliau ini banyak yang membantah.

Walaupun salat tasbih ini sudah diamalkan oleh sebagian umat Islam, dan pada umumnya mereka beranggapan bahwa dalil-dalil tentang salat tasbih ini sahih dan tidak dipertentangkan lagi oleh para ulama, tapi  kalau masalah ini terus diteliti dan dianalisa ternyata tidak demikian adanya, mengingat:
a) Dalil-dalil tentang salat tasbih ini keshahihannya perlu ditinjau  kembali, karena ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa hadis-hadis yang berhubungan dengan salat tasbih ini semuanya dhaif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Tirmidzi:
قَدْ رُوِيَ عَنِ النَّبِيَّ ص غَيْرُ حَدِيْثٍ فِيْ صَلاَةِ التَّسْبِيْحِ وَلاَيَصِحُّ مِنْهُ كَبِيْرُ شَيْئٍ
"Sungguh telah diriwayatkan dari Nabi saw.tentang salat tasbih bukan satu hadis saja, tetapi banyak yang tidak sah" . Tuhfatul Ahwadzi, II:597.
Begitu juga Ibnul Arabi mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
لَيْسَ فِيْهَا حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ وَلاَحَسَنٌ
"Tidak ada satu pun hadis yang sahih dan tidak juga hasan tentang salat tasbih" (Ibid, hal.598).
b) Hadis-hadis yang menerangkan adanya salat tasbih disamping  diikhtilafkan shahih dan dha’ifnya, juga hadis-hadis semacam itu hanya terdapat dalam kitab-kitab Sunan, Mustadrak dan Mu'jam saja, tetapi tidak terdapat dalam kitab Al-Bukhari dan Muslim.
c) Ditinjau dari segi pelaksanaannya, ternyata kaifiyyat salat tasbih ini agak berbeda dengan kaifiyyat salat pada umumnya, yaitu dilaksanakan sebanyak 4 raka'at dalam tiap raka'at ada bacaan Al-Fatihah,  surat-surat, tujuh puluh lima kali tasbih, tahmid, tahlil dan takbir.
d)     Secara redaksional, matan hadis-hadis tersebut patut dicurigai mengingat salat tasbih ini perbuatan yang sederhana tetapi bisa menggugurkan sepuluh macam dosa, termasuk dosa besar, seperti berzina, mencuri, membunuh dan lain sebagainya.

                   Berdasarkan pemikiran-pemikiran diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hadis-hadis yang berkaitan dengan salat tasbih keabsahannya perlu diteliti lebih lanjut, sehingga dapat dipastikan kedudukannya.
I’tibar Hadis-hadis Tentang Salat Tasbih
Dalam skema sanad tersebut, apabila yang dijadikan hadis pokok riwayat Abu Daud dengan sanad Abdurrahman ibn Bisyr, Musa ibn Abdul Aziz, Al-Hakam ibn Aban, Ikrimah, dan sahabat Ibn Abbas, maka kita dapatkan bahwa:
a. Hadis Ibn Majah (nomor 2A) adalah menjadi mutabi’ tam terhadap hadis Abu Daud di atas, sebab Ibn Majah mengikuti periwayatan rawi Abu Daud, sejak dari rawi terdekat, yaitu Abdurrahman ibn Bisyr, sampai kepada rawi yang paling jauh, yaitu sahabat Ibn Abbas. Jadi seluruh rawi Abu Daud diikutinya.
b. Hadis Abu Daud (nomor 1B) yang bersanadkan Al-Rabi’ ibn Nafi’, Muhammad ibn Muhajir, ‘Urwah ibn Ruwaim, dan Al-Anshari (katanya Jabir ibn Abdullah), demikian pula (nomor 1C) yang bersanadkan Muhammad ibn Sufyan, Habban ibn Hilal, Mahdi ibn Maimun, Anas ibn Malik, Abu Al-Jauza, dan Rajulun (katanya Abdullah ibn ‘Amr) menjadi syahid terhadap hadis Abu Daud di atas, karena sumbernya berbeda dengan sumber hadis Abu Daud tersebut, yakni Al-Anshari dan Rajulun.
c. Hadis Ibn Majah (nomor 2B) yang bersanadkan Musa ibn Abdurrahman, Zaid ibn Al-Khabab, Musa ibn Ubaidah, Said ibn Abu said, dan Abu Rafi’, menjadi syahid terhadap hadis Abu Daud (nomor 1A), karena sumbernya berbeda, yaitu Abu Rafi’.
d. Hadis Tirmidzi (nomor 3A) yang bersanadkan Muhammad ibn Al-’Ala,  Zaid ibn Al-Khabab, Musa ibn Ubaidah, Said ibn Abu Said, dan Abu Rafi’, menjadi syahid terhadap hadis Abu Daud (nomor 1A), karena sumbernya berbeda, yaitu Abu Rafi’. Demikian pula halnya dengan hadis Tirmidzi (nomor 3B) yang bersanadkan Ahmad ibn Muhammad, Abdullah ibn Mubarak, Ikrimah ibn Ammar, Ishaq ibn Abdullah, Anas ibn Malik, dan Ummu Salim, karena sumbernya berbeda yaitu Ummu Sulaim. insya Allah akan kami kemukakan pada edisi berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar