Sabtu, 22 Desember 2012

MENGANGKAT TANGAN KETIKA BERDOA [bag 4] oleh Amin Saefullah Muchtar


B. Ketika berdoa pada Ibadah Tertentu
Adapun mengangkat tangan pada waktu berdoa ketika
1.     Melihat Ka’bah
2.    Selesai Menguburkan Jenazah
3.    Menerima Wahyu
4.    Setelah Shalat
5.    Bertaubat
Hadis-hadisnya daif dengan alasan sebagai berikut:
1. Ketika Melihat Ka’bah
Melihat Ka’bah di sini maksudnya pada pelaksanaan Umrah ketika masuk mesjid hendak Tawaf ketika pertama kali melihat Ka’bah. Apakah ketika Umrah secara terpisah atau umrah yang merupakan paket dari dari ibadah haji. Berkaiatan dengan masalah ini terdapat beberapa hadis yang menunjukkan bahwa Nabi Saw. apabila beliau melihat Al Bait (Ka’bah) mengangkat kedua tangannya seraya berdoa. Di antara hadis-hadisnya sebagaimana di bawah ini:
عَنِ بْنِ جُرَيْجٍ أَنَّ النَّبِيَ r كَانَ إِذَا رَأَى الْبَيْتَ رَفَعَ يَدَيْهِ وَقاَلَ اَللّهُمَّ زِدْ هَذاَ الْبَيْتَ تَشْرِيْفًا وَتَعْظِيْمًا وَتَكْرِيْمًا وَمَهَابَةً وَزِدْ مَنْ شَرَّفَهُ وَكَرَمَهُ وَعَظَمَهُ مِمَنْ حَجَّهُ أَوِ اعْتَمَرَهُ تَشْرِيْفًا وَتَكْرِيْمًا وَتَعْظِيْمَا وَبِرًّا
Dari Ibnu Juraij, sesungguhnya Nabi Saw. apabila melihat Al Bait (Ka’bah), beliau mengangkat kedua tangannya berdoa,’Ya Allah! Tambahilah Rumah ini kehormatan, keagungan, kemuliaan, dan kewibawaan. Dan tambahilah orang yang menghormatinya dan memuliakannya dari orang yang mendatanginya untuk berhaji dan umrah kehormatan, keagungan, kemuliaan, dan kebajikan. H.r. Al Baihaqi, as Sunanul Kubra, V : 73, As Syafii’, Musnad as Syafi’i, I : 339, al Umm, II : 169.
عَنْ مَكْحُوْلٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ  r  إِذَا دَخَلَ مَكَّةَ فَرَأَى الْبَيْتَ رَفَعَ يَدَيْهِ وَكَبَّرَ وَقَالَ اَللّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ اَللّهُمَّ زِدْ هَذَا الْبَيْتَ تَشْرِيْفًا وَتَعْظِيْمًا وَمَهَابَةً وَزِدْ مَنْ حَجَّهُ أَوِ اعْتَمَرَهُ تَكْرِيْمًا وَتَشْرِيْفًا وَتَعْظِيْمًا وَبِرًّا
Dari Makhul, ia mengatakan,’Ketika Nabi Saw. masuk Makkah, beliau melihat Al Bait, lalu mengangkat tangan dan bertakbir seraya berdoa,’Ya Allah, Engkaulah As-Salam (keselamatan hakiki), dan hanya dari Engkaulah keselamatan hakiki. Maka hidupilah kami, wahai Tuhan kami, dengan keselamatan. Ya Allah! Tambahilah Bait ini kehormatan, keagungan, kemuliaan, dan kewibawaan. Dan tambahilah orang yang menghormatinya dan memuliakannya dari  orang yang mendatanginya untuk berhaji dan umrah kehormatan, keagungan, kemuliaan, dan kebajikan H.r. Al Baihaqi, as Sunanul Kubra, V: 73, Ibnu Abu Syaibah, al Mushanaf, VII : 102
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ أُسَيْدٍ أَبِي سُرَيْحَةَ اَلْغِفَارِيِّ أَنَّ النَّبِيَ  r  كَانَ إِذَا نَظَرَ إِلَى الْبَيْتِ قَالَ اَللّهُمَّ زِدْ بَيْتَكَ هَذَا تَشْرِيْفًا وَتَعْظِيْمًا وَتَكْرِيْمًا وَبِرًّا وَمَهَابَةً وَزِدْ مَنْ شَرَّفَهُ وَعَظَمَهُ مِمَنْ حَجَّهُ أَوِ اعْتَمَرَهُ تَعْظِيْمًا وَتَشْرِيْفًا وَتَكْرِيْمًا وَبِرًّا وَمَهَابَةً.
Dari Khudzaifah bin Usaid Abu Suraihah al Gifari, sesungguhnya Nabi Saw. ketika beliau melihat Al Bait, beliau berdoa,’Ya Allah! Tambahilah Bait Mu ini kehormatan, keagungan, kemuliaan, kebajikan, dan kewibawaan. Dan tambahilah orang yang menghormatinya dan mengagungkannya, dari orang yang mendatanginya untuk berhaji dan umrah keagungan, kehormatan, kemuliaan, kebajikan, dan kewibawaan. H.r. At Thabrani, al Mu’jamul Ausath, VII : 81, al Mu’jamul Kabir, III : 201.

Ketiga hadis di atas dhaif. Selain pada mata rantai sanadnya ada yang tidak bersambung (munqathi’), juga terdapat rawi yang bernama Ashim bin Sulaiman al Kauzi yang dinyatakan ‘Matrukul Hadis’. [1]
Adapun mengenai doanya sendiri, diamalkan oleh shahabat seperti Umar tanpa mengangkat tangan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah.
أَنَّ عُمَرَ كَانَ إِذَا دَخَلَ الْبَيْتَ قَالَ اَللّهُمَّ اَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا  بِالسَّلاَمِ.
Bahwasanya Umar apabila beliau masuk ke Al Bait, beliau berdoa,’Ya Allah! Engkaulah As-Salam dan dariMulah keselamatan. Maka hidupilah kami, wahai Tuhan kami dengan keselamatan. H.r. Ibnu Abu Syibah, al Mushannaf, VI : 81.

Kesimpulan :
Berdoa ketika melihat ka’bah pada ibadah umrah merupakan sunah Rasulullah Saw. dengan tanpa mengangkat tangan.

2. Ketika Selesai Menguburkan Jenazah
عَنْ عَبْدِاللهِ قَالَ : وَاللهِ لَكَأَنِّي أَرَى رَسُولَ اللهِ  r فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ وَهُوَ فِي قَبْرِ عَبْدِاللهِ ذِي الْبَجَادَيْنِ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرَ رضي الله تعالى عَنْهُمْ يَقُولُ : أَدُلِّيَا مِنِّي أَخَاكُمَا وَأَخَذَهُ مِنْ قِبَلِ الْقِبْلَةِ حَتَّى أَسْنَدَهُ فِي لَحْدِهِ ثُمَّ خَرَجَ النَّبِيُ اللهِ  r وَوَلاَّهُمَا الْعَمَلَ فَلَّمَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِهِ اِسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ رَافِعًا يَدَيْهِ يَقُولُ اَللّهُمَّ إِنِّي أَمْسَيْتُ عَنْهُ رَاضِيًا فاَرْضِ عَنْهُ وَكَانَ ذلِكَ لَيْلاً.
Dari Abdullah, ia mengatakan,’Demi Allah, sesungguhnya aku melihat Rasulullah Saw. pada perang Tabuk, beliau berada di pekuburan Abdullah Dzil Bajadain, Abu Bakar, dan Umar, semoga Allah meridai mereka. Beliau berkata,’Maukah kalian berdua membantuku terhadap saudarahmu? Mulailah beliau memasukkan (jenazah Abdulah) dari arah kiblat sampai Beliau menyandarkannya di liang lahat. Kemudian Nabi Saw. keluar dan meyerahkan pekerjaan itu kepada keduanya. Ketika selesai dari penguburan, Beliau mengadap ke kiblat mengangkat kedua tangannya seraya berdoa,’Ya Allah! Sesungguhnya aku sare hari ini sangat rida  kepadanya, ridailah ia”. Sedangkan waktu itu pada malam hari. H.r. Abu Nuaim, Hilyatul Auliya, I : 122, Abu Al Farj, Shafwatus Shafwah, I : 679, Al Bazzar, Musnad al Bazzar, V : 123, dan Al Haitsami mencantumkannya dalam Majama’uz Zawaid, IX : 369.

Hadis ini sangat dhaif disebabkan beberapa ke-dhaif-an:
Pertama, rawi Sa’ad bin As Shalt, dikatergorikan sebagai rawi yang majhul
Kedua, ketidakjelasan ke-mutashil-an Saad bin As Shalt.
Ketiga, rawi bernama ‘Abad bin Ahmad Al ‘Aruzi yang dinyatakan matruk.[2]

3     Berdoa Ketika Menerima Wahyu
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ قَال سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَقُولُ كَانَ النَّبِيُّ   r إِذَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ الْوَحْيُ سُمِعَ عِنْدَ وَجْهِهِ كَدَوِيِّ النَّحْلِ فَأُنْزِلَ عَلَيْهِ يَوْمًا فَمَكَثْنَا سَاعَةً فَسُرِّيَ عَنْهُ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَقَالَ اللَّهُمَّ زِدْنَا وَلاَ تَنْقُصْنَا وَأَكْرِمْنَا وَلاَ تُهِنَّا وَأَعْطِنَا وَلاَ تَحْرِمْنَا وَآثِرْنَا وَلاَ تُؤْثِرْ عَلَيْنَا وَارْضِنَا وَارْضَ عَنَّا ثُمَّ قَالَ  r أُنْزِلَ عَلَيَّ عَشْرُ آيَاتٍ مَنْ أَقَامَهُنَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ ثُمَّ قَرَأَ ( قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ) حَتَّى خَتَمَ عَشْرَ آيَاتٍ.
Dari Abdurrahman bin Abdul Qari, ia berkata,’Saya mendengar Umar bin Al Khathab r.a. mengatakan,’Nabi Saw. apabila diturunkan wahyu kepada beliau, didengarnya seakan suara gemuruh lebah. Lalu pada suatu hari diturunkan wahyu kepada beliau, kami hanya terdiam sesaat, kemudian diungkapkan (makna) wahyu itu kepada beliau, lalu beliau menghadap ke kiblat, dan mengangkat kedua tangan sambil berdoa,’Ya Allah! Tambahkanlah (kebaikan) bagi kami, janganlah Engkau menguanginya dari kami, muliakanlah kami dan janganlah Engkau menghinakan kami, berikanlah kepada kami janganlah haramkan bagi kami, perhatikanlah kami dan janganlah Engkau mengabaikan kami , relakanlah hati kami dan ridailah kami”. Kemudian Nabi Saw. bersabda,’Telah diturunkan kepada kami sepuluh ayat, siapa yang berpegang teguh dan mengamalkan ayat itu, niscaya ia akan masuk surga. Kemudian Nabi Saw. membaca “Qad aflahal mu’minun” sampai tamat sepuluh ayat”. H.r. At Tirmidzi, Sunan at Tirmidzi, V : 305, Ahmad, Musnad al Imam Ahmad, I : 351, Al Hakim, al Mustadrak, II : 392, Abu Abdullah Al Hanbali Al Maqdisi, al Ahaditsil Mukhtarah, I : 342, An Nasai, as Sunanul Kubra, I : 450, Abdurrazaq, al Mushannaf, III : 383,  Al Bazzar, al Musnad, I : 427, Abd bin Humaid, al Musnad, I : 34,  

Sanad hadis ini dhaif disebabkan ke-majhul-an seorang rawi yang bernama Yunus bin Sulaim. Dalam hal ini hanya Abdur razaq yang meriwayatkan darinya. Selain itu rawi ini diperbincangkan (dikritik) tentang periwayatannya sehingga tidak memiliki kelayakan untuk dijadikan sebagai pegangan.[3]
4. Mengangkat Tangan pada Berdoa Setelah Salat
Dalam hal mengangkat tangan di saat berdoa setelah selesai dari salat, dikalangan para ulama telah bersilang pendapat. Ada yang membolehkannya adapula yang tidak. Sebagian ulama menyatakan,’Berdoa setelah selesai dari salat yang wajib sangat dianjurkan. Doa-doa setelah selesai dari salat telah tsubut (tetap adanya) dari Rasulullah Saw. serta mengangkat tangan di saat berdoa termasuk adab-adabnya. Dan telah stubut pula dari Rasulullah Saw. tentang mengangkat tangan dalam berbagai macam doa. Disamping itu dengan tidak terdapatnya larangan dari Rasulullah Saw. tentang mengangkat tangan di saat berdoa setelah selesai dari salat, maka tidaklah mengapa bagi yang mengerjakannya.

Maka untuk mensikapinya, kami kemukakan dalil-dalil yang dijadikan sebagai landasanya serta akan dikemukakan pula tentang kedudukan hadis-hadisnya. Disamping itu kami akan berikan tanggapan terhadap pendapat yang memperbolehkannya.

Di antara dalil-dalil yang dijadikan sebagai landasan adanya mengangkat tangan saat berdoa setelah selesai dari salat:

Pertama
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ r رَفَعَ يَدَهُ بَعْدَ مَا سَلَّمَ وَهُوَ مُسْتَقْبِلُ الْقِبْلَةِ فَقَالَ اَللَّهُمَّ خَلِّصِ الْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيْعَةَ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَضَعَفَةَ الْمُسْلِمِيْنَ الَّذِيْنَ لاَ يَسْتَطِيْعُونَ حِيْلَةً وَلاَ يَهْتَدُوْنَ سَبِيْلاً مِنْ أَيْدِي الْكُفَّارِ.
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw. mengangkat tanganya setelah beliau salam sambil menghadap kiblat seraya berdoa,’Ya Allah! Selamatkanlah Al Walid bin Al Walid, ‘Ayyasy bin Abu Rabi’ah, Salamah bin Hisyam, dan kelemahan Muslimin yang mereka tidak kuat dalam siasat perang, serta memperoleh petunjuk dari kekuasan orang-orang kafir. H.r. Ibnu Abu Hatim, Tafsir Ibnu Katsir, I : 543, Al ‘Uqaili, ad Du’afa, III : 99.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh imam Ahmad, Musnad al Imam Ahmad, II : 407, serta At Thabari dalam tafsirnya (V: 237), tanpa kalimat ‘Rafa’ yadahu ba’da ma salama wa huwa mustaqbilul qibalati”. Keterangan yang tercantum hanya “Rasulullah Saw. berdoa seperti itu pada akhir salat Dzuhur”. Sedangkan Al Haitsami mencantumkan hadis ini dalam kitabnya Majma’uz Zawaid, X : 152, bahwa Rasulullah Saw. mengangkatkan kepalanya setelah salam sambil menghadap kiblat.

Sanad hadis di atas dhaif disebabkan kedhaifan rawi bernama Ali bin Zaid bin Jud’an. Wafat Th 127 H. yang dinyatakan buruk hafalan oleh Yahya bin Ma’in.[4]
Kedua

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي يَحْيَى قَالَ رَأَيْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ الزُّبَيْرِ وَرَأَى رَجُلاً رَافِعًا يَدَيْهِ قَبْلَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَتِهِ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهَا قَالَ اِنَّ رَسُولَ اللهِ  r  لَمْ يَكُنْ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ صَلاَتِهِ.
Dari Muhamad bin Abu Yahya, ia mengatakan,’Saya melihat Abdullah bin az Zubair sedang melihat seseorang mengangkat tangannya sebelum selesai dari salatnya. Ketika telah selesai dari salatnya, ia (Abdullah bin az Zubair) mengatakan,’Sesungguhnya Rasulullah Saw. tidak pernah mengangkat tanganya sebelum selesai dari salatnya”. H.r. Abu Abdullah al Hanbali, al Ahaditsil Mukhtarah, IX : 336. Dan Al Haitsami mencantumkanya dalam Majmauz Zawaid, X : 169.

Sanad hadis ini pun dhaif sebab terdapat inqitha (putus sanadnya). Yakni rawi bernama Muhamad bin Abu Yahya al Aslami, Abu Abdullah al Madani, tidak melihat atau mendengar dari Abdullah bin Az Zubair. [5]

Ketiga
 عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِ r أَنَّهُ قَالَ مَا مِنْ عَبْدِ بَسَطَ كَفَّيْهِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثُمَّ يَقُولُ اَللّهُمَّ إِلهِي وَإِلهَ إِبْرَاهِيْمَ … إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لاَ يَرُدَّ يَدَيْهِ خَائِبَتَيْنِ رواه ابن السني
Dari Anas, dari Nabi Saw. beliau bersabda,’Tidaklah seorang hamba menadahkan kedua tanganya pada setiap akhir salat, lalu berdoa,’Ya Allah! Tuhanku dan Tuhan Ibrahim…melainkan hak bagi Allah ‘Azza wa Jalla tidak mengembalikan kedua tangannya dalam keadaan hampa. H.r. Ibnu As Sunni, (Lihat, Tuhfatul Ahwadzi, II : 199)
Hadis ini dhaif disebabkan ke-dhaif-an rawi bernama Abdul ‘Aziz bin Abdurrahman al Qurasyi.[6]

Keempat
عَنِ الأَسْوَدِ اَلْعَامِرِيِّ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ صَلَيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ  r اَلْفَجْرَ فَلَمَّا سَلَمَ اِنْحَرَفَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَدَعَا.
Dari Al Aswad Al Amiri, dari bapaknya, ia mengatakan,’Kami salat Fajar (Subuh) beserta Rasulullah Saw., ketika beliau salam, beliau bergeser (dari tempat duduknya) serta mengangkat kedua tangannya seraya berdoa.

Al Mubarakafuri mengatakan dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi, ’Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah dalam Mushanafnya, sebagian ulama terkemuka menerangkan hadis ini tanpa sanad serta menyandarkanya kepada pengarangnya (Ibnu Abu Syaibah). Dan aku tidak dapat menentukan sanadnya apakah shahih atau dhaif, hanya Allahlah yang lebih mengetahui.
Setelah kami telusuri dalam al Mushanaf sebagaimana yang ditunjukkan oleh Al Mubarakafuri, kami tidak mendapatinya. Yang kami dapati hadis itu hanya sampai kalimat ‘Falamma salama inharafa” tanpa kalimat ‘Wa rafa’a yadaihi wa da’a”. (Lihat, Al Mushanaf Ibnu Abu Syaibah, I : 269)
Dengan demikian, periwayatan Ibnu Abu Syaibah yang ditunjukkan oleh Al Mubarakafuri, tidak dapat dipastikan atau laa asla lahu, yang tentu saja tertolak.

Kelima
عَنِ الْفَضْلِ بْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللهِ  r قَالَ الصَّلاَةُ مَثْنَى مَثْنَى تَشَهَّدُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَتَضَرَّعُ وَتَخَشَّعُ وَتَسَاكَنُ ثُمَّ تُقْنِعُ يَدَيْكَ يَقُولُ تَرْفَعُهُمَا إِلَى رَبِّكَ عَزَّ وَجَلَّ مُسْتَقْبِلاً بِبُطُونِهِمَا وَجْهَكَ وَتَقُولُ يَا رَبِّ يَا رَبِّ ثَلاَثًا فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَهِيَ خِدَاجٌ.
Dari Al Fadl bin Abbas, dari Rasulullah Saw. bersabda,’Salat itu dua rakaat-dua rakaat, bertasyahud pada setiap dua rakaat. Merendah diri, khusuk, dan patuh. kemudian tadahkan kedua tanganmu kepada Tuhanmu Azza wa Jalla sambil mengadapap kiblat dengan dua telapak tangan (bagian dalam) mengahadap wajahmu, serta berdoalah,’Ya rabbi, ya rabbi 3x. Siapa yang tidak melakukannya hal itu merupakan rusak atau hampa. H.r. At Thabrani, al Mu’jamul Ausath, VIII : 278, al Mu’jamul Kabir, XVIII : 295, Ahmad, Musnad al Imam Ahmad, III : 315, Abu Ya’la, al Musnad, XII : 102, Ibnu Mubarak, az Zuhdu, I : 404, Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, II : 220, At Tirmidzi, Sunan at Tirmidzi, II : 225, Al Baihaqi, as Sunanul Kubra, II : 487, An Nasai, as Sunanul Kubra, I : 212, I : 450, Al Bazzar, Musnad al Bazzar, VI : 110.

Hadis di atas, diriwayatkan pula oleh Ahmad, Musnad al Imam Ahmad, IV : 167, Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, II : 220, Al Baihaqi, as Sunanul Kubra, II : 488, Ad Daraquthni, Sunan Ad Daraquthni, I : 418, Abu Daud, Sunan Abu Daud, II : 29, An Nasai, as Sunanul Kubra, I : 212, I : 451, At Thayalisi, Musnad At Thayalisi, I : 195, Abu Bakar As Syaibani, al Ahad wal Matsani, I : 357, Ibnul Ja’di, al Musnad, I : 234, dari Al Muthalib.

Sanad hadis di atas dhaif, seluruh jalur periwayatannya baik yang malalui Al Fadl bin Abas maupun Al Muthalib melalui seorang rawi bernama Abdullah bin Nafi bin Al ‘Amya yang dinyatakan majhul oleh Ali Al Madini.[7]

Keenam
عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ مَرْثَدٍ وَإِسْمَاعِيْلَ بْنِ اُمَيَّةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ  r كَانَ إِذَا فَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ رَفَعَ يَدَيْهِ وَضَمَّهُمَا وَقَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا اَسْرَرْتُ وَمَا اَعْلَنْتُ وَمَا اَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ لَكَ الْمَلَكُ وَلَكَ الْحَمْدُ. الزهد لابن المبارك 1: 405.
Dari ‘Alqamah bin Martsad dan Ismail bin Umayah, Rasulullah Saw. apabila beliau selesai dari salatnya, beliau mengangkat kedua tanganya serta beliau menyatukan keduanya seraya berdoa,’ Wahai Tuhanku! Ampunilah aku apa  yang telah lalu dari diriku dan apa yang belum terjadi atas diriku, apa yang tersembunyi dan yang terlihat, dan apa yang aku lebihkan. Dan tidaklah Engkau lebih mengetahui dariku. Engkau Yang Maha terdahulu dan Yang Maha terakhir, tidak ada Tuhan selain Engkau, bagi-Mu milik kerajaan serta bagi-Mu segala puji.  H.r. Ibnul Mubarak, az Zuhdu, I : 405.

Hadis ini termasuk hadis Maqthu. Kalimat di atas semata-mata dari Ismail bin Umayah serta ‘Alqamah bin Martsad. Kedua orang ini termasuk thabaqat tabiin. Ismail wafat Th. 139 H. sedangkan ‘Alqamah, wafat Th. 120 H. Lihat Biografi Ismail bin Umayah dalam Tahdzibul Kamal, III : 45-48. Adapun biografi ‘Alqamah dapat dilihat pada Siyaru ‘Alamin Nubala, V : 206.
Sedangkan hadis Maqthu, tidak dapat dijadikan hujjah.

Kesimpulan
Karena hadis-hadis di atas tidak ada satu pun yang shahih, bahkan ke-dhaif-anya bermacam-macam dan tidak yuqawi ba’suha ba’dhan (menguatkan satu sama lainnya), maka secara khusus mengangkat tangan saat berdoa setelah salat terutama setelah salat wajib merupakan satu kebid’ahan.
Mengenai pendapat yang menyatakan bolehnya berdoa sambil mengangkat tangan setelah selesai salat dengan alasan tidak ada hadis yang melarangnya sungguh sebuah perkataan yang janggal bagi seoang ulama, bukankan ibadah itu dikerjakan setelah dicontohkan, bukan dilaksanakan dan baru akan berhenti jika ada larangan.
Adapun hadis-hadis yang memerintahnya daif bahkan dengan kedaifan yang satu sama lainnya saling melemahkan. Maka jelas sekali, mengangkat tangan ketika berdoa setelah salat merupakan amal yang dipaksakan dan menyalahi sunah Nabi Saw.


BERSAMBUNG......
-----------------------------------------------

[1] Dalam periwayatan Al Baihaqi, as Sunanul Kubra, V : 73, As Syafii’, Musnad as Syafii’, I : 125, al Um, II : 169, dari Ibnu Juraij, hadisnya munqathi (putus sanad). Karena Ibnu Juraij adalah seorang Tabiut Tabi’in. Wafat Th. 149 H. Tahdzibul Kamal, XVIII : 338. Dalam periwayatan  Al Baihaqi, as Sunanul Kubra, V: 73, Ibnu Abu Syaibah, III : 437, VI : 81, dari Makhul, hadisnya mursal. Karena Makhul adalah seorang Tabii’. Dalam periwayatan  At Thabrani, al Mu’jamul Ausath, VI : 183, al Mu’jamul Kabir, III : 181, dari Khudzaifah bin Usaid Abu Suraihah al Gifari, pada sanadnya terdapat rawi bernama ‘Ashim bin Sulaiman al Kauzi yang dinyatakan ‘Matrukul Hadis’. Ad Du’afau’ wal Matrukin lin Nasai, I : 78. Al Mubarakafuri menerangkan dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi, III : 501, bahwa As Syaukani menyatakan,’Tidak ada dalam bab ini, dalil-dalil yang menunjukkan atas disyari’atkannya berdoa sambil mengangkat kedua tangan ketika melihat Al Bait (Ka’bah). Karena hal itu merupakan hukum Syari’ yang tidak bisa ditetapkan melainkan harus dengan dalil (yang shahih).

[2] Dalam periwayatan Abu Nuaim dan Abu Al Farj,  pada sanadnya terdapat dua rawi yang tidak dikenal. 1. Sa’ad bin As Shalt. Ia adalah Ibnu As Shalt bin Bard bin Aslam maula Jarir bin Abdullah. al Jarhu wat Ta’dil, IV : 68.Tentang kedudukan rawi ini, kami tidak mendapat keterangan dari seorang ulama pun yang memberikan penilaian terhadapnya baik penilaian jarh maupun ta’dil. 2. Ishaq bin Ibrahim. Ia adalah Ishaq bin Ibrahim yang dikenal dengan Syadzan al Farisi sebagai hakim di Faris. Rawi ini pun tidak didapat keteranganya dalam kitab rijal-rigal hadis. Dengan demikian kedua rawi ini dikategorikan rawi yang majhul. Tidak dapat diyakini ke-mutashil-annya. Sebab Sa’ad bin As Shalt dari Al ‘Amasy dalam biografi Al ‘Amasy kami tidak mendapat keterangan tentang Sa’ad bin As Shalt dicantumkan sebagai murid atau yang menerima hadis dari Al ‘Amasy. Lihat Tahdzibul Kamal, XII : 76-91. Dalam periwayatan Al Bazar, tidak diterangakan bahwa Nabi saw. mengangkat tangan. Selain itu pada sanadnya terdapat rawi bernama ‘Abad bin Ahmad Al ‘Aruzi yang dinyatakan matruk sebagaimana yang dikatakan oleh Al Haitsam dalam kitanya Majma’uz Zawaid, IX : 369.

[3] An Nasai mengatakan,’Hadis di atas ‘Munkar’, kami tidak mengetahui seorang pun yang meriwayatkan hadis ini selain Yunus bin Sulaim. Sedangkan dia sendiri kami tidak mengenalnya. Al Mausuatul Haditsiah Musnad al Imam Ahmad,  I : 351, Tahdzibul Kamal, XXXII : 508-510.

[4] Imam Al Bukhari meriwayatkan (hadisnya) dalam kitabnya ‘al Adabul Mufrad. Sedangkan Imam Muslim memakai rawi ini dalam periwayatannya digandeng atau disertai dengan rawi lain bernama Tsabit Al Bunani.
Ya’qub bin Syaibah mengatakan,’Tsiqat, Shalihul hadis, wa ila layyin ma huwa”. Ibnu Sa’ad mengelompokkan rawi ini ke dalam thabaqat ke empat dari orang Bashrah, ia seorang rawi yang banyak hadisnya tetapi terdapat ke-dhaif-an yang tidak bisa dijadikan hujjah”. Shalih bin Ahmad bin Hanbal mengatakan dari bapaknya,’Ia tidak kuat, tetapi orang-orang meriwayatkan hadis darinya”. Dalam kesempatan lain beliau menyatakan,’Dhaiful hadis”. Yahya bin Ma’in menyatakan,’Ia rawi yang dhaif”. dalam hal lainnya beliau menyatakan,’Tidak bisa dijadikan hujjah”. Abu Bakar bin Khuzaimah mengatakan,’Aku tidak akan berhujjah dengannya karena ia buruk hapalan”.  Tahdzibul Kamal, XX : 434-445.

[5] Muhamad bin Abu Yahya al Aslami, Abu Abdullah al Madani beliau wafat Th. 144 H Tahdzibul Kamal XXVII : 11. Sedangkan Abdullah bin Az Zubair, adalah seorang shahabat yang dilahirkan setelah dua puluh bulan dari hijrah. Ada yang mengatakan beliau dilahirkan pada Th pertama hijrah, dan beliau wafat terbunuh pada Th 73 H. Tahdzibul Kamal, XIV : 509-511. Dengan demikian pernyataan bahwa Muhamad bin Abu Yahya al Aslami melihat Abdullah bin az Zubair dan mendengar hadis darinya tidak dapat dipastikan kebenaranya. Seandainya dapat dibuktikan, maka Muhamad bin Abu Yahya pada saat itu masih sangat kecil belum mengetahui apa-apa”.

[6] Imam Ahmad mengatakan,’Aku tinggalkan hadis-hadisnya sebab hadis-hadisnya itu palsu. An Nasai menyatakan,’Ia rawi yang tidak tsiqat”. Ad Daraquthni berkata,’Munkarul hadis”.  Ad Du’afau wal Matrukin Libnil Jauzi, serta Ibnu Hiban menyatakan,’Tidak halal untuk dijadikan hujjah. II : 110,  al Jarhu Wat Ta’dil, V : 388, Mizanul ‘Itidal, IV : 376.


[7] Imam Al Bukhari mengatakan dalam kitab tarikhnnya,’Hadisnya tidak shahih”. at Tarikhul Kabir, V : 213.  Ali Al Madini menyatakan,’Majhul”. Begitu pula yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya at Taqrib, I : 327. Tahdzibul Kamal, XVI : 206-207. Disamping ke-dhaif-an rawi Abdullah bin Nafi bin Al ‘Amya, Ibnu Abdul Bar mengatakan dalam kitabnya at Tamhid XIII : 186, setelah beliau meriwayatkan melalui Al Laits,’Sanad hadis ini Mudhtharib, dhaif, tidak bisa dijadikan hujjah”. al Mausuatul Haditsiyah, Musnad al Imam Amad, III : 315, 316.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar